Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
MedanBisnis - Jakarta. Singapura baru saja melantik Halimah Yacob menjadi Presiden perempuan pertama. Presiden baru ini ramai menjadi pembicaraan di Indonesia, karena sosoknya.
Ada hal menarik dari proses pemilihan Presiden di Singapura. Salah satunya adalah syarat pernah menjadi Chief Executive Officer (CEO) dari perusahaan bermodal minimal SGD 500 juta, atau sekitar Rp 5 triliun.
Duta Besar Indonesia untuk Singapura, Ngurah Swajaya, mengatakan syarat pernah menjadi CEO dikenakan hanya untuk calon presiden yang berasal dari sektor swasta atau profesional. Penetapan modal minimum perusahaan yang pernah dipimpin ini diterapkan untuk mendapatkan calon yang benar-benar bisa memimpin dan mengelola negara.
"Tapi Halimah Yacob ini berasal dari sektor politik, jadi dia tidak perlu memenuhi syarat CEO tersebut," kata Ngurah, Rabu (13/9).
Dalam konstitusi baru yang disahkan tahun lalu, Singapura menjamin minoritas menjadi presiden terpilih. Singapura merupakan negara multiras, dengan komposisi kira-kira mayoritas rakyat orang Tionghoa (74,1%), Melayu (13,4%), India (9,2%), lainnya (3,3%).
Konstitusi baru ini mengatakan, bila dalam lima kali pemilihan presiden berturut-turut ada ras yang tidak terwakili menjadi presiden terpilih, maka pada pilpres berikutnya, jabatan presiden khusus untuk ras tersebut.
Pilpres tahun ini, diperuntukkan bagi ras Melayu, karena aturan konstitusi tadi. Terpilihlah Halimah setelah lulus persyaratan yang ada.
"Ada dua orang juga sebenarnya yang mendaftar sebagai calon presiden, tapi dia tidak lulus karena perusahaan yang dipimpin hanya bermodal US$ 200 juta, jadi tidak memenuhi syarat," kata Ngurah.
Dengan terpilihnya Halimah, pemerintah Indonesia berharap hubungan kedua negara akan makin erat. Kerja sama ekonomi kedua pihak akan terus meningkat. "Dalam 4 tahun terakhir, Singapura menjadi investor teratas di Indonesia," jelas Ngurah.
Indonesia ingin meningkatkan kualitas ekonomi digital di dalam negeri, dengan belajar dari Singapura yang memiliki aspirasi untuk menjadi negara pintar (smart nation). "Jadi kami mau meningkatkan kualitas, kita punya talentanya," kata Ngurah. (dtf)