Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
MedanBisnis - Jakarta. Kapolri Jenderal Tito Karnavian menekankan pentingnya kerja sama antar negara dalam melawan aksi terorisme. Hal ini disampaikan Tito saat menghadiri pembukaan Konferensi ke-37 ASEANAPOL di Singapura.
"Terutama di Regional Asean, dan pentingnya Forum ASEANAPOL sebagai kerangka kerja sama antar kepolisian atas dasar kesamaan ancaman atau musuh bersama, berupa transnational crime, terutama terorisme," kata Tito dalam keterangan tertulisnya, Kamis (14/9).
ASEANAPOL Conference dengan tema 'Powered by Innovation, Strengthened by Partnership' itu digelar di Singapura, Rabu (13/9). Konferensi ini dihadiri 10 negara anggota ASEAN, 6 negara peninjau, dan 9 negara dialogue partners.
Ada juga tiga organisasi internasional seperti Interpol, Europol dan ICRC yang menghadiri acara itu. Acara ini dibuka oleh Wakil Perdana Menteri Singapura Teo Chee Hean dan didampingi oleh Kepala Kepolisian Singapura Hong Wee Teck.
Acara lalu dilanjutkan dengan 1st Plenary Session, kemudian diskusi di antara para Kepala Kepolisian Negara-negara anggota ASEAN yang juga dihadiri oleh ASEAN Secretariat.
Tito menegaskan pentingnya kerja sama antara organisasi kepolisian antar negara. Penegasan Tito ini mendapat dukungan dari Kepala Kepolisian Brunei yang juga menjabat sebagai Vice Chairman pada konferensi ini, IGP Moh Jammy. Kepala Kepolisian Malaysia yang belum genap dua minggu menjabat, IGP Mohamad Fuji Bin Harun juga memberi dukungan.
Tito didampingi Duta Besar RI untuk Myanmar, Komjen Pol (Purn) Ito Sumardi juga melakukan pertemuan bilateral dengan Kepala Divisi Kejahatan Antar Negara Myanmar, Police Brigadier General Aum Htay Myint, yang mewakili Kepala Polisi Myanmar.
Tito menawarkan kerja sama pelatihan peningkatan kemampuan dengan memanfaatkan fasilitas pendidikan modern bertaraf internasional yang dimiliki Polri, seperti Jakarta Center for Law Enforcement Cooperation (JCLEC) di Semarang.
JCLEC menyediakan berbagai macam pelatihan mulai dari penyidikan kasus terorisme dan pelatihan hak asasi manusia yang kiranya dibutuhkan oleh Myanmar, khususnya dalam menghadapi gejolak di Rakhine.
"Berbagai pelatihan ini dibutuhkan demi terjaganya hak asasi manusia di Myanmar, dan diharapkan para penegak hukum dan aparat negara Myanmar lainnya bisa bertindak lebih baik, tidak menggunakan kekerasan, dengan didukung teknologi tinggi dan metode penyelidikan, termasuk di antaranya adalah cara melakukan interogasi tanpa menggunakan kekerasan," ujarnya. (dtc)