Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
MedanBisnis - Jakarta. Kemendes PDTT sejak awal rupanya telah diusulkan mendapat opini wajar tanpa pengecualian (WTP) dari tim auditor BPK. Ketua Tim Pemeriksa BPK, Andi Bonang Anom, menjelaskan terkait alasan pemberian opini WTP tersebut.
Andi mengatakan usulan opini WTP Kemendes disampaikan usai pertemuan 3 hari pada awal Mei 2017. Sejumlah hal dipertimbangkan tim auditor di antaranya persediaan, aset tetap, hutang, dan laporan hasil pemeriksaan (LHP) tahun lalu.
"Untuk persediaan sudah ditindaklanjuti, untuk aset tetap telah diinventarisir," kata Andi saat bersaksi dalam sidang di Pengadilan Tipikor, Jl Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Kamis (14/9).
Menurut Andi, ada temuan cukup besar dalam seluruhnya 55 temuan dari laporan keuangan Kemendes. Temuan besar tersebut terkait dengan pendamping dana desa.
"Nilainya Rp 550 miliar. Kami melakukan pengujian, sebetulnya penemuannya seperti apa? Dari hasil analisa tim kami ketahui bahwa yang dipermasalahkan adalah mekanisme pendamping dana desa, mekanisme pendamping ini lum sum (sekaligus), tidak berpengaruh pada mekanisme," ujar Andi.
"Kami sampaikan ada temuan untuk pendamping dana desa. Mekanisme pembayarannya lum sum, dijawab (Kemendes) 'oh kalau lum sum tidak berpengaruh'. Kami juga menanyakan ke Kemendes, apa saja yang dilakukan untuk menindaklanjuti temuan tersebut," imbuhnya.
Andi menuturkan WTP sendiri diperoleh ketika tidak ada salah satu material yang berpengaruh terhadap akun-akun di laporan keuangan.
"Apabila ada temuan-temuan yang ditemukan di lapangan, kami analisa, kami evaluasi. Apakah temuan tersebut berpengaruh atau tidak terhadap kewajaran laporan keuangan," tutur Andi.
"Faktanya seperti apa?" tanya jaksa.
"Tidak berpengaruh," jawabnya.
Andi lantas menjelaskan mengenai batas toleransi dalam laporan keuangan yang bisa mempengaruhi opini dari BPK.
"Beberapa tahapan untuk menentukan nilai itu, pertama kita lakukan analisa resiko, kita mempertimbangkan beberapa hal, audit risk yang kita terima misalnya di BPK itu 5% kemudian kita pertimbangkan untuk skoring tahun sebelumnya, efektivitas pengendalian intern, kemudian ada beberapa hal saya nggak inget semua," tutur Andi.
"Dari hasil skoring kami memperoleh angka misal 12, kami lihat di tabel, akan ketemu 27,5% kami kalikan akun yang paling signifikan yaitu belanja, ketemu angka Rp 159 miliar," jelasnya. (dtc)