Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
MedanBisnis - Jakarta. Industri ritel modern seperti pusat perbelanjaan mulai banyak yang menutup gerainya. Di sisi lain, bisnis belanja online tengah merangkak naik ditandai banyak bermunculannya toko online atau e-commerce di Indonesia.
Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin), Rosan Roeslani, mengatakan pesatnya perkembangan toko online memang menjadi salah satu penyebab industri ritel modern menjadi gulung tikar. Namun itu bukanlah faktor utamanya. Sebab, kata Rosan, tren belanja online masih di bawah angka 1% dibanding belanja ritel modern.
Menurutnya, penyebab utama dari lesunya industri ritel modern disebabkan oleh tingkat kepercayaan masyarakat dalam melakukan pembelian. Rosan menilai, masyarakat saat ini masih menahan diri untuk berbelanja, walau pun mereka memiliki dana yang cukup.
"Ada beberapa hal, salah satunya, bukannya orang enggak punya duit, tapi memang orang enggak spending saja. Duit ada, tapi saya lihat karena psikologis, faktor kepercayaan. Karena pertama duit di bank meningkat, dana pihak ketiga semakin meningkat," terangnya.
"Tapi (masyarakat) menahan untuk melakukan pembelian dan misalnya dulu pembelian sekaligus banyak, kalau dulu untuk sebulan, mungkin sekarang untuk seminggu ada beberapa hari, jadi kalau saya melihatnya masalah confident," kata Rosan di Jakarta, Senin (18/9).
Dihubungi terpisah, Ketua Umun Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Hariyadi Sukamdani, menyebut permasalahan utama lesunya ritel modern adalah karena persoalan tenaga kerja. Dia mengatakan, saat ini kondisi tenaga kerja formal yang mengalami penyusutan. Sehingga daya beli masyarakat di sektor formal tidak terdistribusi secara merata.
"Ini terjadi penyusutan tenaga kerja formal, ini signifikan. Jadi orang yang memiliki pekerjaan dengan penghasilan aman kan di pekerja formal, nah selama ini kebijakan kita mengganggu kebijakan formal," kata Hariyadi.
"Sehingga daya beli masyarakat tidak terdistribusi secara merata. Kalau pekerja formal mereka masih punya uang, mereka enggak ada masalah dengan daya beli, tapi perkaranya jumlahnya semakin kecil, nah pekerja non formal itu yang semakin besar. Sehingga mereka punya daya beli itu menjadi turun," jelas dia.(dtf)