Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
MedanBisnis - Jakarta. Beberapa waktu lalu jagat media sosial diviralkan kembali oleh video protes masyarakat di bandara terkait dengan pengenaan pajak impor penumpang.
Dalam video tersebut, masyarakat merasa keberatan lantaran dikenakan biaya perpajakan yang cukup tinggi, apalagi barang dibelinya ini untuk dikonsumsi secara pribadi atau bukan diperjualbelikan.
Lalu, apakah itu tandanya ada pengetatan barang luar negeri di bandara?
"Enggak, ini sudah normal saja, tapi kan ada masukan ya kita dengerin. Ini tidak ada perubahan kebijakan apapun, sebelumnya, sebelum 2010 sudah ada aturannya," kata Dirjen Bea dan Cukai (DJBC) Heru Pambudi di Gedung DPR, Jakarta, Senin (18/9/2017).
Dia juga memastikan, viralnya video pengenaan pajak impor barang penumpang dikarenakan akhir-akhir ini masyarakat memiliki daya beli yang lebih. Sehingga bukan berarti Ditjen Bea Cukai mengetatkan aturan.
"Ya biasa saja, sekarang mungkin banyak yang memiliki daya beli, sehingga mereka banyak beli di luar Indonesia, makanya kita mesti harus sosialisasi intensif lagi," kata dia.
Soal pengenaan tarif pajaknya, lanjut Heru, juga sudah sesuai dengan aturan yang berlaku, yakni yang sesuai dengan PMK Nomor 188 Tahun 2010 tentang penumpang dikenakan bea masuk barang lantaran harganya di atas batasan harga yang dibebaskan biaya masuk. Di mana, barang yang dibeli penumpang dari luar negeri ini terdapat batasannya, untuk orang pribadi batasnya US$ 250 per penumpang atau US$ 1.000 per keluarga.
"Ya memang pajak impor, satu bea masuk, kedua pajak impor, sudah, kan sama seperti kita impor di kargo," jelas dia.
Heru mengungkapkan, pengenaan bea masuk dan pajak bagi barang impor penumpang ini juga sebagai bentuk menjaga kondisi industri dalam negeri.
"Coba kita bayangkan, masyarakat Indonesia membeli di toko, katakanlah produk yang sama dibawa seseorang, kalau beli di toko bayar bea masuk kan, pada saat beli di luar negeri dan dibawa maka diberlakukan yang sama, sudah dengan pemotongan yang US$ 250 yang diisukan naik lebih tinggi, jadi kalau belinya US$ 500 maka sebenarnya tax base-nya itu cuma US$ 250," ungkapnya.
Meski demikian, Heru mengungkapkan, Ditjen Bea Cukai akan tetap mengenakan kepada seluruh masyarakat yang terbuti membawa barang dari luar negeri yang melebihi dari batasan yang telah ditetapkan, sekalipun tidak ada data penjualan, kotak barang, dan invoicenya.
"Ada di-trackrecord-nya bisa sampai 2,3,5, bahkan ada yang lebih 12 pasang sepatu, bea cukai punya data traveling seseorang, dari situ nanti digabung-gabungkan, yang kedua ternyata ada invoice-nya, suda sering ke luar negeri, invoice dibeli, relatif baru dalam masa traveling ini menjadi referensi bagi petugas, petugas menyampaikan dasar hukumnya, kalau ada tagihan di situ akan dilakukan secara transparan, dan uangnya masuk ke kas negara, karena pakai EDC," tutup dia. (dtf)