Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
MedanBisnis - Jakarta. Ketua Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU) Syarkawi Rauf tidak mensoalkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang UU Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Pembatasan kewenangan penyelidikan dinilai menguatkan upaya penegakan hukum lembaganya.
"Putusan itu memberikan kepastian hukum dalam penegakan hukum persaingan usaha, Mahkamah benar-benar mempertimbangkan secara matang mengenai pentingnya penerapan frasa pihak lain, dalam penegakan hukum persaingan usaha. Khususnya menjawab dan mengimbangi kompleksitas modus persekongkolan," ujar Ketua Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU) Syarkawi Rauf, Rabu (20/9).
Syarkawi mengatakan sebelum adanya putusan MK, modus persekongkolan tidak hanya antara pelaku usaha. Akibatnya menjadikan persaingan usaha tidak sehat.
"Dalam pengertian yang konvensional akan tetapi juga pihak yang terkait dengan pelaku usaha" papar Syarkawi.
Syarkawi menuturkan penafsiran frasa penyelidikan dan / atau pemeriksaan di Pasal 36 huruf c, d, h dan I dapat menimbulkan multitafsir. Padahal sesuai UU No 8/1981, pengumpulan alat bukti sebagai bahan pemeriksaan bukan bagian penyelidikan.
"Melalui putusan Mahkamah Konstitusi ini diharapkan dapat semakin memperkuat upaya penegakan hukum peraingan usaha dan kelembagaan KPPU", tutup Syarkawi.
MK memutuskan definisi 'penyelidikan' yang dimiliki oleh KPPU. Penyelidikan yang dimaksud haruslah dimaknai 'pengumpulan alat bukti sebagai bahan pemeriksaan'.
"Menyatakan frasa 'penyelidikan' dalam Pasal 36 huruf c, huruf d, huruf h,dan huruf i, serta Pasal 41 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat bertentangan dengan UUD 1945 secara bersyarat dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai 'pengumpulan alat bukti sebagai bahan pemeriksaan'," kata Ketua MK Arief Hidayat dalam sidang di Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Rabu (20/9).
Menurut MK, frasa 'penyelidikan dan atau pemeriksaan' dalam Pasal 36 huruf c, huruf d, huruf h, dan huruf i, serta Pasal 41 ayat (1) dan ayat (2) UU 5/1999 yang merupakan wewenang KPPU haruslah diletakkan dalam bingkai penegakan hukum dalam hukum administrasi negara. Yakni penyelidikan dan/atau pemeriksaan untuk mengetahui ada atau tidaknya pelanggaran terhadap UU 5/1999.
"Hal ini sejalan dengan kewenangan KPPU untuk menjatuhkan sanksi berupa tindakan administratif kepada pelaku usaha yang melanggar ketentuan UU 5/1999 [vide Pasal 36 huruf h UU 5/1999 juncto Pasal 47," ujar MK. (dtc)