Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
MedanBisnis - Jepara. Sebuah desa kecil di ujung timur Kabupaten Jepara, Jawa Tengah ternyata kehidupan keagamaan dan kepercayaan sangat beragam. Namun, desa yang berpenduduk total sekitar 8.047 jiwa ini dapat hidup rukun berdampingan.
Dalam kehidupan masyarakat sehari-harinya tampak akur dan rukun, tidak ada gesekan dan saling menghormati. Dengan kata lain toleransi antara umat yang terjaga dengan baik.
Desa itu bernama Plajan masuk wilayah Kecamatan Pakis Aji. Desa itu berjarak sekitar 22 km arah timur Kota Jepara. Desa yang berada di sudut timur Kecamatan Pakis Aji ini memiliki luas 1.044.500 hektar. Secara administratif, desa ini terdiri dari 43 RT, 7 RW dan 24 dukuh sehingga Desa Plajan tergolong luas dan berpenduduk banyak.
Selain panorama yang masih asri, desa dengan kondisi perbukitan ini berdiri beberapa tempat ibadah. Agama yang mereka anut ada empat yakni Islam, Hindu, Kristen dan Buddha.
Desa dengan kondisi perbukitan ini berdiri beberapa tempat ibadah. Ada 14 masjid, 40 musala, 4 pura, dan 1 gereja. Dari catatan desa, ada sekitar 7.515 penganut Islam, 435 orang beragama Hindu, 55 orang beragaman Kristen dan 4 orang beragama Buddha.
Menariknya, mereka dapat hidup rukun dan nyaman meski berbeda keyakinan dan agama. Bahkan di beberapa kegiatan desa mereka berbaur menjadi satu dan bekerjasama.
Kerukunan tersebut dapat terlihat dari aktifitas warga setiap harinya. Meski beda keyakinan dan agama, namun mereka saling terlibat dalam kegiatan sosial kemasyarakatan. Tampak jelas saat mereka menyambut tahun baru masehi, dengan digelar acara doa bersama.
Doa bersama ini memang tidak dilakukan secara bersama dalam satu waktu. Namun, pihak desa memberikan kesempatan bagi pemeluk tiga agama untuk berdoa. Ttiga hari menjelang tahun baru, tiga pemeluk agama di desa ini mendapat kesempatan satu hari untuk melangsungkan doa bersama. Hal ini sudah berjalan puluhan tahun.
Kepala Desa Plajan, Priyatin mengatakan keberagaman keyakinan dan agama yang ada di desa tersebut sudah turun-temurun. Hubungan antar umat dapat terjaga dengan baik dan saling menghargai.
"Kehidupan sehari-hari dalam bermasyarakat, warga sudah saling menghargai. Setiap hari warga di sini saling membaur tanpa sekat beda agama. Ini seperti miniatur Indonesia," papar dia.
Purwadi, tokoh masyarakat setempat menambahkan, selama ini tidak ada konflik yang bersumber dari gesekan fanatisme agama. Warga sudah sangat paham dalam menjalankan agama dan bersosial masyarakat.
"Kalau ada agama lain yang mengadakan acara, justru dibantu oleh agama lainnya. Misalnya kerja bakti masjid, pura, dan gereja," tuturnya.
Begitu pula dengan tradisi di tiap agama. Diantaranya tahlil saat ada orang meninggal di pemeluk agama Islam.
"Kalau ada orang meninggal dan diadakan tahlil, para agama lain juga ikut datang. Sebaliknya, kalau agama lain yang ada acara, orang Islam juga datang," lanjutnya.
Widiyanti, penganut Hindu mengaku kondisi Desa Plajan sangat aman dan rukun.
"Saya rasakan bisa beragama dengan khusyuk di desa ini. Karena saling menghargai. Misalnya waktu hari raya Nyepi, warga beragama lain menghargai, seperti Islam yang adzan tidak menggunakan pengeras suara. Kami damai di sini," tandasnya. (dtc)