Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
MedanBisnis - Jakarta. Penandatanganan Perjanjian Pengusahaan Jalan Tol (PPJT) 6 ruas jalan tol DKI Jakarta telah diteken pada 25 Juli 2014. Namun pembangunannya secara fisik di lapangan sendiri baru dimulai sejak 2017, tepatnya saat Surat Perintah Mulai Kerja (SPMK) dikeluarkan per Februari 2017.
Direktur Utama PT Jakarta Tollroad Development (JTD), Frans Sunito menjelaskan, kepastian pembebasan lahan menjadi kendalanya. Dia bilang, pihaknya tak berani melakukan pekerjaan di lapangan, jika kepastian pembebasan lahan untuk jalur masuk dan keluar tol yang dibangun melayang ini belum jelas.
"Kan ada bagian-bagian titik on off ramp nya yang harus dibebasin. Pihak swasta kalau bangun, tanah nya belum siap di on-off ramp nya, kalau jalan layangnya nanti sudah selesai, tapi titik di mana jalan tol itu harus turun, keluar dan masuk belum bebas, kan gigit jari kita. Bagaimana kita bisa operasikan kalau ujungnya belum selesai," katanya kepada detikFinance saat dihubungi di Jakarta, Kamis (5/10/2017).
Frans berujar, kepastian pengadaan tanah akhirnya didapat terutama sejak adanya mekanisme penggantian dana talangan oleh badan usaha yang disalurkan lewat BLU LMAN.
"Alhamdulillah sejak 2015 atau 2016, pemerintah pembebasan tanahnya sangat baik progresnya. Saya sangat aprecciated itu. Dengan pembebasan yang sangat lancar, meskipun belum selesai, pemegang saham kita mengatakan jadi yakin. Maka kita mulai awal tahun ini meskipun tanah belum selesai seluruhnya," ungkapnya.
Pembebasan lahan sendiri saat ini difokuskan pada rute Kelapa Gading-Pulo Gadung yang saat ini tengah dibangun. Setidaknya butuh dana Rp 540 miliar untuk membebaskan lahan-lahan pintu masuk dan keluar (on dan off ramp) tol tersebut. Ditargetkan, pada November mendatang urusan pengadaan lahan untuk jalur tersebut bisa rampung.
"Kita diuntungkan dengan memulai di atas ruang yang terbuka, sudah tersedia sebagian besar ruangnya. Meskipun ada bagian-bagian yang belum bebas di ujung sana, tapi kita yakin proses jalan terus, dan mudah-mudahan dalam dua bulan ini bisa diselesaikan oleh pemerintah," pungkasnya.
Sebagai catatan, mega proyek yang diproyeksi mengurangi beban lalu lintas pada jalan tol dalam kota ini sempat beberapa kali tarik ulur soal kepastian pembangunannya. Proyek ini bahkan melewati beberapa kali pergantian Gubernur DKI Jakarta, mulai dari Fauzi Bowo hingga Basuki Tjahja Purnama.
Berdasarkan catatan detikFinance, proyek ini awalnya kembali didengungkan pada tahun 2010, oleh Gubernur DKI Jakarta, Fauzi Bowo. Setelah sempat tertunda selama beberapa tahun, pembangunan fisik enam ruas jalan tol di Ibukota DKI Jakarta dijadwalkan akan dimulai pada awal tahun 2011.
Namun proyek ini menuai pro dan kontra. Proyek ini diprediksi tak akan mengatasi kemacetan Jakarta dan malah akan memindahkan tempat parkir mobil ke jalan tol.
Di tahun 2012, proyek ini akhirnya masuk dalam tahap lelang. Proyek ini disepakati untuk dibangun secara bertahap, yang dibagi dalam tiga fase. Fase pertama meliputi pembangunan dari ruas Semanan-Sunter dan Sunter-Pulo Gebang. Lalu fase kedua dari Duri Pulo-Kampung Melayu, dan Kemayoran-Kampung Melayu. Dan fase ketiga dari Tanah Abang-Ulujami serta Pasar Minggu-Casablanca.
Proyek ini kembali tertunda, lantaran Gubernur DKI Jakarta saat itu, Joko Widodo menolak pembangunannya lantaran disebut justru akan menambah kemacetan saat dibangun. Anggaran sebesar Rp 42 triliun itu dikatakan lebih baik dialihkan ke pengadaan armada Transjakarta, bus sedang, dan kereta api.
Namun begitu, pengadaan proyek ini terus berjalan, dan konsorsium pemenang proyek ini, yaitu Jakarta Toll Road Development diminta untuk segera membentuk Badan Usaha Jalan Tol (BUJT) terkait persiapan pendanaan proyek 6 tol dalam kota DKI Jakarta sebelum akhirnya dilakukan penandatangan perjanjian pengusahaan jalan tol (PPJT).
Pada 2013, Jokowi yang pada saat itu masih menjabat Gubernur DKI Jakarta akhirnya setuju dengan pembangunan jalan tol ini, dengan syarat jalan ini harus terintegrasi dengan moda transportasi massal seperti bus TransJakarta. Pembangunan tol pun disepakati juga menyediakan jalur khusus busway di dalam ruas tol. Proyek ini pun disebut menjadi satu-satunya jalan tol di dunia yang terintegrasi dengan angkutan umum.
Namun konstruksi fisik tak kunjung tiba. Hingga akhir 2013, proyek ini dikabarkan belum mengantongi izin terkait kelayakan lingkungan dari Pemda DKI Jakarta.
Sampai akhirnya pada Juli 2014, Perjanjian Pengusahaan Jalan Tol (PPJT) ditandatangani dan menandai kepastian pembangunan jalan tol yang akan dilakukan oleh PT Jakarta Tollroad Development. Mega proyek ini ditargetkan akan dibangun mulai 2015 dan bisa selesai pada 2022 secara keseluruhan.
Namun, kendala lahan membuat konstruksi fisik proyek ini tak kunjung dimulai. Proyek ini akhirnya masuk dalam Proyek Strategis Nasional (PSN) yang terlampir dalam Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2016 maupun revisinya dalam Perpres Nomor 58 Tahun 2017. (dtc)