Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan.Dalam studi psikologi seorang remaja akan mengalami dua gejala terkait kognisi dan emosinya. Pertama, personal fable (dongeng pribadi). Gejala ini memperlihatkan sikap dan pemikiran remaja yang merasa bahwa ia adalah makhluk unik. Tak ada duanya di dunia itu. Karena merasa berbeda itu, ia menganggap bahwa tak seorang pun bisa mengerti tentang apa yang ia rasakan dan pahami. Termasuk orang yang paling dekat sekalipun.
Jika fase ini berjalan tak normal, maka anak menjadi pribadi yang tertutup dan gampang frustasi. Celakanya yang sering terjadi adalah kecenderungan anak melihat sisi negatif dirinya. Keadaan itu, terutama sering dialami anak-anak yang jarang sekali mendapat rewards dari orangtuanya.
Kedua, imajinary audience (penonton khayalan), yakni tumbuhnya sikap egosentris. Si anak merasa bahwa ia menjadi pusat perhatian semua orang. Menganggap bahwa orang lain akan memperhatikan dirinya sebagaimana halnya ia memperhatikan dirinya sendiri.
Tidak hanya secara fisik, tetapi juga emosional. Apakah itu terkait dengan perasaan maupun aspek psikis lain. Ia menciptakan penontonnya sendiri. Penonton yang dia anggap setiap saat memperhatikan gerak-geriknya. Dalam bahasa yang lebih gaul, “merasa diperhatikan”.
Menurut psikolog dari Biro Psikologi dan Konsultasi Rumah Nyaman, Yohansen MPsi, kedua gejala kepribadian ini merupakan hal normal bila tumbuhnya juga secara normal. Hampir setiap orang mengalaminya. Namun seturut kematangan pribadi, keduanya akan hilang dengan sendirinya. Terutama pada saat remaja merangkak dewasa.
“Bertambahnya usia, umumnya sejalan dengan tingkat rasionalitas seseorang. Tetapi tidak sedikit remaja yang gagal melewati kedua fase ini. Hal itu bisa terjadi karena kegagalannya mengharmoniskan harapan dan realita. Kegagalan itu jika berlarut-larut dan tidak segera diintervensi akan membuat remaja itu stress, kata Yohansen kepada medanbisnisdaily.com, Jumat (6/10/2017).
Ditambahkannya, beban psikologis itu akan semakin berat, karena pada saat yang bersamaan ia akan menghadapi persoalan lain lazimnya yang dialami remaja. Pada waktu beban psikologis itu menumpuk dan sulit diurai, saat itulah ia akan dengan mudah dihinggapi stres.
Seseorang yang stres dalam jangka waktu yang lama, akan mengalami gangguan psikologis. Orang tersebut menjadi lebih agresif. Tetapi pada lain waktu tampak murung. Jika tak langsung dipulihkan, stres itu bisa meningkat menjadi depresi dimana ia menderita neurosis cemas. Kemudian berlanjut dengan gangguan psikosomatik.
“Secara fisik seseorang yang stres itu akan mengalami gangguan pada jantung, nafas, saluran pencernaan, kepala bahkan bisa memicu kanker,” jelas Yohansen.