Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
MedanBisnis - Jakarta. Pengusaha menilai BUMN terlalu mendominasi proyek-proyek pemerintah, sementara pihak swasta tidak kebagian. Pernyataan itu disampaikan Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Rosan Roeslani, saat penutupan Rakornas Kadin 2017, di Jakarta, Selasa (3/10).
Rosan menyampaikan hal itu di hadapan Presiden Joko Widodo yang hadir untuk menutup Rakornas Kadin. Namun, menurut sekretaris Kementerian BUMN periode 2005-2010, Said Didu, pernyataan itu tidak benar.
Dia menyatakan, bahwa BUMN hanya bermain sebagian kecil proyek pemerintah. Justru sisanya lebih banyak diambil swasta.
"BUMN sangat dominan? Mohon maaf yang menguasai lahan 80% siapa?yang menguasai tambang siapa? Kan swasta. BUMN menguasai tambang hanya 5%," kata Said Didu dalam sebuah diskusi di Jakarta, Sabtu (7/10).
Bahkan, menurut Said, ada pihak swasta yang benar-benar mendominasi lahan di sejumlah wilayah.
"Ada satu orang konglomerat itu memiliki luas kebun setara dengan kebun sawit milik PTPN. Pernahkah KADIN bilang mereka mendominasi? Kan tidak," jelasnya.
Selain itu dirinya juga menyebut bahwa pihak swasta juga menguasai sektor real estate yang ada di Indonesia. Oleh sebab itu Didu mengaku bingung mengapa justru BUMN yang dianggap menguasai proyek-proyek yang ada.
"Kita semua tahu 80% real estate di negeri ini tidak lebih dikuasi 3 orang. Dan itu bukan BUMN, itu pihak Swasta ya. Kenapa malah BUMN yang dibilang mendominasi," kata Said.
Sementara itu, pihak swasta juga ingin menjadi pemain utama dalam menggarap proyek infrastruktur. Selama ini, sebagian besar pihak swasta dilibatkan sebagai sub kontraktor atau mitra penyedia kelengkapan proyek infrastruktur.
"Kita mau dong jadi pemain utamanya. Memang untuk sub kontraktor banyak di daerah, tapi untuk main contractor banyak yang ingin berpartisipasi," kata Ketua Umum Kadin Indonesia Rosan Roeslani saat dihubungi, di Jakarta, Jumat (6/10).
Kalah saing di daerah
Said menambahkan, swasta swasta kalah bersaing dengan BUMN di proyek pemeritah, terutama di daerah. Salah satunya karena faktor politik yang berkembang di daerah turut menjadi faktor yang tak bisa dilepaspisahkan dari latar belakang lemahnya peran swasta di daerah.
"Lemahnya swasta di daerah juga karena Politik. Kan ada juga pengusaha yang main politik. Salah dukung sehingga tidak dapat proyek. Pilihan yang dia pilih kalah misalnya, jadi dia enggak dikasih proyek," terang Said.
Selain itu, modal juga masih menjadi alasan lemahnya peran swasta di daerah. Mengingat, proyek-proyek pembangunan, terutama pembangunan infrastruktur membutuhkan kekuatan modal yang besar.
"Dan tidak sedikit juga (perusahaan swasta) yang dapat black list. Karena satu kali wanprestasi black list-nya 3 tahun. Itu aturannya," pungkas Said.(dtf)