Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
MedanBisnis - Jakarta. Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya (Ditjen PB) saat ini tengah menggenjot produksi budidaya perikanan, salah satunya melalui budidaya ikan lele menggunakan teknologi sistem bioflok.
Sistem bioflok adalah budidaya yang menggunakan media kolam terpal yang bisa meningkatkan produktivitas sampai 3 kali lipat dibanding sistem konvensional, dan tak membutuhkan lahan yang luas seperti kolam permanen konvensional.
Budidaya lele bioflok mulai gencar dilakukan tahun ini dan banyak diterapkan di Pondok Pesantren (Ponpes), salah satunya di Ponpes Modern Muhammadiyah Boarding School (MBS), Kabupaten Sleman. Jumat (13/10) kemarin, budidaya lele bioflok di Ponpes ini telah melakukan panen perdana yang turut dihadiri oleh Sekjen KKP, Rifky Effendi Hardijanto, Dirjen Perikanan Budidaya, Slamet Soebjakto, dan Bupati Sleman, Sri Purnomo.
Panen perdana ini berhasil memproduksi lele konsumsi ukuran 10-12 ekor per kg sebanyak 3,6 ton dengan nilai jual diperkirakan sebesar Rp 62,1 juta. Ini adalah satu dari dua unit lele bioflok yang dilakukan di Ponpes Modern MBS.
Direktur Jenderal Perikanan Budiadaya, Slamet Soebjakto mengatakan, hasil panen tahap awal ini sangat memuaskan. Menurutnya, secara ekonomi dengan hasil panen saat ini dipastikan sangat menguntungkan dan tentunya diharapkan akan memicu kesinambungan usaha.
"Hitungan kasar dengan hasil panen 7,2 ton saja untuk 2 unit, maka keuntungan bersih yang diraup dapat mencapai Rp 35 juta per siklus untuk 2 unit budidaya. Ratio pendapatan terhadap biaya produksi minimal 1,5, artinya sudah dipastikan usaha ini sangat layak," kata Slamet dalam keterangan resminya seperti dikutip di Jakarta, Sabtu (14/10).
Seperti diketahui, sebelumnya Ponpes Modern MBS mendapatkan dukungan pengembangan lele bioflok sebanyak 2 (dua) unit usaha melalui Ditjen Perikanan Budidaya.
Untuk itu, Slamet berharap ada kesinambungan usaha dengan melakukan re-investasi sehingga kapasitas usaha akan semakin besar. Ia juga menekankan, agar koperasi yang ada bisa diperkuat, karena kelembagaan ini menjadi sangat penting dalam mata rantai usaha.
Pasalnya, dukungan lele bioflok ini terbukti sangat membantu warga ponpes khususnya dalam meningkatkan konsumsi ikan untuk perbaikan gizi para siswa, di samping untuk sarana belajar berusaha.
Lele bioflok juga dipercaya sangat cocok sebagai alternatif usaha baru dikalangan masyarakat Yogyakarta, tak terkecuali masyarakat kota, karena cenderung membutuhkan sumberdaya air dan lahan yang terbatas.
Asal tahu saja, pada tahun 2017, pemerintah mendorong pengembangan bioflok nasional sebanyak 203 unit usaha di 88 Kabupaten/Kota yang tersebar di 27 Provinsi. Target sasaran adalah sebanyak 168 pondok pesantren, yayasan, lembaga pendidikan, koperasi, dan lembaga keagamaan dengan nilai anggaran sebesar Rp 40,6 miliar.
Melalui program lele bioflok ini, secara nasional pemerintah menargetkan di antaranya penyediaan produksi ikan sebesar 3.897 ton per tahun, dengan nilai ekonomi mencapai Rp 62,3 miliar per tahun. Lalu, peningkatan pendapatan menjadi Rp 7.000 per kg, penyerapan tenaga kerja hingga 2.030 orang, pemberdayaan dan media pembelajaran bagi sekitar 157.000 santri, dan meningkatkan tingkat konsumsi ikan bagi warga pondok pesantren dari semula 9 kg per kapita/tahun menjadi sedikitnya 15 kg/kapita/tahun.
KKP juga terus mendorong pengembangan pakan mandiri di sentral-sentral produksi. Pakan mandiri ini nantinya akan diarahkan untuk menyuplai kebutuhan pakan bagi usaha lele bioflok. Dukungan pakan mandiri diyakini bisa memberikan margin keuntungan yang didapat semakin besar.
"Paling tidak dengan penggunaan produk pakan mandiri, nantinya usaha lele bioflok akan mendapat nilai tambah semakin besar minimal Rp 1.500 per kilogram hasil produksi. Jadi kalau dikalkulasi dari produksi ikan per unit 3,6 ton, maka ada tambahan pendapatan minimal 5,4 juta per siklus," jelas Slamet.(dtf)