Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
MedanBisnis - Teheran. Iran mengecam keras sikap Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang mencabut dukungan terhadap kesepakatan nuklir dengan negara ini. AS disebut semakin terisolasi karena menentang kesepakatan nuklir yang telah diterapkan negara-negara lain itu.
Trump dalam pidatonya pada Jumat (13/10) waktu setempat, menegaskan dirinya tidak akan mensertifikasi kesepakatan nuklir Iran dan menyerahkan kepada Kongres untuk melakukan sejumlah perubahan pada kesepakatan itu. Selama ini Trump menyebut kesepakatan itu sangat merugikan AS.
Kesepakatan yang dicapai tahun 2015, pada era pemerintahan Presiden Barack Obama itu diyakini menjadi satu-satunya cara untuk menghentikan ambisi nuklir Iran. Dalam kesepakatan itu, Iran setuju membatasi program nuklirnya, sebagai balasan atas dicabutnya sanksi-sanksi yang diterapkan terhadap mereka.
"Hari ini, Amerika Serikat semakin terisolasi dalam perlawanannya terhadap kesepakatan nuklir dan dalam rencananya melawan rakyat Iran," sebut Presiden Iran, Hassan Rouhani, dalam pernyataannya yang disiarkan televisi lokal menanggapi Trump, seperti dilansir AFP, Sabtu (14/10).
"Apa yang terdengar (dari Trump) hari ini bukan apa-apa, tapi pengulangan tudingan tanpa dasar dan kata-kata umpatan yang telah diulang bertahun-tahun," imbuhnya.
Dalam pidatonya, Trump menuding Iran melakukan sejumlah pelanggaran terhadap poin-poin kesepakatan itu. Padahal faktanya, seperti dilaporkan CNN, Badan Energi Atom Internasional (IAEA), sekutu-sekutu AS dan pemerintahan AS sendiri menyatakan Iran selalu mematuhi kesepakatan itu. Dalam pidatonya, Trump juga menyebut militan Iran, Garda Revolusioner, sebagai organisasi korup.
Lebih lanjut, Rouhani mengecam Trump yang mengancam akan 'memusnahkan' kesepakatan bersejarah antara Iran dengan enam negara dan badan kuat dunia ini. Selain AS, kesepakatan nuklir Iran itu juga ditandatangani oleh China, Prancis, Inggris, Jerman, Rusia dan Uni Eropa.
"Dia (Trump-red) tidak mempelajari hukum internasional. Bisakah seorang presiden mencabut kesepakatan internasional multilateral secara sepihak? Tampaknya dia tidak tahu bahwa kesepakatan ini bukanlah kesepakatan bilateral semata antara Iran dan Amerika Serikat," ucap Rouhani.
Meski Trump mencabut dukungannya dan mengancam memusnahkan kesepakatan itu, Rouhani menegaskan pihaknya tetap berkomitmen menjalankan kesepakatan bernama Rencana Aksi Menyeluruh Gabungan (JCPoA) itu. "Kami menghormati JCPoA... selama kesepakatan itu masih sejalan dengan hak dan kepentingan nasional kami," ujarnya.
"Bangsa Iran tidak akan pernah tunduk pada tekanan asing dari mana pun. Iran dan kesepakatan itu jauh lebih kuat dari sebelumnya," tegas Rouhani.
Di bawah kesepakatan itu, presiden dari masing-masing negara harus merilis sertifikasi kepada Kongres setiap 90 hari sekali. Jika sertifikasi tidak dirilis, maka Kongres memiliki opsi untuk mengajukan aturan baru guna menerapkan kembali sanksi-sanksi terhadap Iran yang sebelumnya dicabut atau ditangguhkan.
Trump tidak langsung mematikan kesepakatan itu, namun menyatakan tidak akan merilis sertifikasi baru. Dalam kondisi ini, Trump meminta Kongres AS dan sekutu-sekutu AS untuk mengkaji dan melakukan sejumlah perubahan dalam kesepakatan itu. Jika tidak ada perubahan yang terjadi, Trump mengancam akan memusnahkan kesepakatan itu.
"Dalam situasi kita tidak bisa mencapai solusi dengan Kongres dan sekutu-sekutu kita, maka kesepakatan itu akan diakhiri. Semua masih dalam pengkajian berkelanjutan dan partisipasi kita bisa dibatalkan oleh saya, sebagai Presiden, kapan saja," tegas Trump. (dtc)