Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
MedanBisnis - Jakarta - Pertumbuhan ekonomi RI tak banyak mengalami
perubahan signifikan, masih stagnan pada posisi 5,01%. Di sisi lain,
perekonomian global yang terus membaik juga tak banyak berpengaruh
terhadap kondisi perekonomian dalam negeri.
Demikian diungkapkan pengamat ekonomi Faisal Basri, dalam sebuah
diskusi di The Hermitage Hotel, Jakarta, Senin (16/10/2017).
"Ekonomi dunia itu bagus banget. Growth nya naik dari 3,2% ke 3,6%.
Hampir semua negara di upgrade awal minggu lalu oleh IMF. Volume
perdagangan juga naik dari 2,4% menjadi 4,2%. Naik dua kali lipat,"
katanya.
"Namun, ekonomi dunia yang membaik tidak seketika berdampak ke kita,
tidak seketika. Ada time lapse yang cukup panjang dibanding negara
lain," sambung Faisal.
Lebih lanjut dia mengatakan, dalam memperbaiki serta mendorong
pertumbuhan ekonomi RI diperlukan dua hal penting. Yakni dari sisi
perbankan serta pemerintahnya sendiri.
"Ekonomi itu punya dua jantung. Pertama itu perbankan dan kedua
pemerintah. fungsinya sama, dia menyedot dana dan memompakan kembali.
Perbankan, nyedot dana kurang sehingga memompakan dananya cuma 46,6%.
Kecil sekali, negara lain ratusan persen. Lalu pemerintah, nyedot
pajak dan memompakan kembali ke infrastruktur. Penerimaan pajaknya sih
naik, tapi dibanding pertumbuhan PDB-nya lebih lambat," terangnya.
"Pertumbuhan kita sangat dipengaruhi komoditas. Harga komoditas
cenderung turun, sehingga pertumbuhan ekonomi juga enggak bisa naik.
karena industri manufaktur tidak bisa berkembang dan konsumsi juga.
Komoditas proyeksinya sampai 2018 masih flat, jadi dapat dipastikan
ekonomi masih akan di 5%," jelas Faisal.
Menurutnya, ekonomi RI memiliki ciri khas yang sedikit berbeda dengan
kondisi perekonomian global. Oleh sebab itu, jika perekonomian global
beberapa waktu lalu sempat mengalami kelesuan, namun RI tidak menerima
banyak dampak.
"Bukan karena kita kuat, tapi karena kita tidak compatible dengan
dunia. Jadi kita tidak bisa berharap banyak dari ekonomi dunia yang
membaik," jelasnya.
Pola konsumsi
Sementara itu Ketua Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), Roy
Mandey, mengatakan di sektor ritel ekonomi dalam negeri secara makro
tampak cukup baik, di mana pertumbuhannya di atas 5%. Hal itu
seharusnya, kata Roy, tidak mencerminkan daya beli yang melemah.
Menurutnya, yang terjadi saat ini ialah adanya perubahan pola komsumsi
masyarakat.
"Jadi memang situasi sekarang dalam perdagangan keseluruhan, kita
melihat number of customer tidak menurun. Kita lihat mal enggak pernah
sepi, parkir di mall butuh setengah jam sampai 45 menit. tetapi,
dashboard ekonomi kita bagus, pertumbuhan ekonomi kita masih di atas
5,01%. Jadi masih bagus dari negara lain," jelasnya.
Dirinya berpendapat, saat ini masyarakat lebih banyak menahan diri
dalam berbelanja. Kebanyakan dari mereka lebih memilih untuk menyimpan
dananya di perbankan.
"Memang ada anomali terhadap ekonomi itu sendiri, kemudian ada
perubahan pola konsumen, di mana konsumen lebih deposit dan DPK naik
signifikan sampai 2%. Berarti kan aliran dana sudah switching, biasa
consume sekarang deposit, dan ini masih akan terlihat di 2018, karena
komoditas di 2018 masih melambat," pungkas Roy.dtc