Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Medan. Belum lama ini ada berita yang beredar melalui media sosial, yang menyebutkan situs budaya Batu Hobon terbelah. Kabar itu langsung menyentak khususnya bagi orang Batak yang merantau. Guna memastikan kebenaran berita itu, mereka langsung mendatangi situs budaya ini yang berada di lereng Gunung Pusuk Buhit ini.
Menanggapi kabar tersebut, Pemerintah Kabupaten Samosir langsung memberikan pernyataan. Disebutkan Bupati Samosir, Rapidin Simbolon kala itu, Batu Hobon bukannya terbelah, namun mengalami retakan kecil dalam proses pemugaran.
Mengapa orang Batak begitu reaktif dengan berita itu? Salah satunya karena situs Batu Hobon mempunyai arti dan nilai-nilai budaya bagi masyarakat Batak (Toba).
Dalam budaya Batak Toba, Batu Hobon diyakini sebagai tempat di mana pusaka Si Raja Batak tersimpan. Di dalamnya ada kitab pengobatan, senjata, alat musik dan juga beberapa barang bernilai ekonomis. Secara khusus Batu Hobon tidak lepas dari kisah tentang Saribu Raja. Saribu Raja adalah cucu dari Si Raja Batak.
Diceritakan, Saribu Raja mewarisi sebagian besar pusaka Si Raja Batak yang diwariskan secara turun temurun. Tetapi ketika akan pergi merantau, pusaka itu ia simpan di dalam sebuah batu. Melalui meditasi, ia membelah sebongkah batu kemudian menutupnya lagi. Konon ia bertitah, batu itu tidak akan bisa dibuka sampai tiba pada waktunya.
Cerita itu diwariskan secara turun temurun kepada generasi selanjutnya. Hal itu diakui salah seorang budayawan Batak dari Desa Limbong, Sianjur Mula-mula, Samosir, Sirus Limbong, kepada medanbisnisdaily.com, Rabu (18/10/2017).
Diakuinya cerita tentang Batu Hobon ia dengar langsung dari orangtuanya.
“Batu ini pernah mau dibuka Belanda karena mau tahu isinya. Tapi tak bisa. Makanya dibilang keramat,” jelas Sirus.
Dikisahkan Sirus, tentara Belanda itu mencoba membukanya dengan menggunakan granat dan bor. Tetapi upaya itu selalu gagal. Justru tentara Belanda itu mati di tempat.
Sampai kini sebagian besar orang Batak Toba percaya, batu itu hanya bisa dibuka bila seluruh keturunan Saribu Raja yang tersebar di segala penjuru dunia berkumpul dan menggelar ritual. Ada juga yang mengatakan, ritual itu mesti dilakukan sebanyak 7 kali. Hal itupun telah dilakukan oleh komunitas marga yang merupakan keturunan langsung dari Saribu Raja. Sayangnya, ritual itu sempat menuai protes dari lembaga gereja tertentu, sehingga harus dihentikan di tengah jalan.
Karena kisah-kisah yang menyelimutinya, Batu Hobon jadi dikeramatkan. Banyak peziarah yang datang untuk tujuan tertentu. Mereka kerap membawa pelean (persembahan) berupa telur ayam kampung, sirih, jeruk purut maupun kemenyan. Mereka yakin, roh nenek moyang akan ikut membantu menyampaikan permohonan itu kepada Mulajadi Nabolon.
Nilai Budaya
Namun bagi Sirus, Batu Hobon tidak sekadar cerita yang menyeramkan. Ada pesan-pesan dan nilai budaya yang terkandung di dalamnya.
“Bukan cerita itu yang mau kita percayai, tapi apa pesannya. Biar orang Batak jangan lupa kampung halaman dan tetap kompak dimanapun berada,” katanya.
Hal sama juga disampaikan pegiat Budaya Batak dari Jakarta, Hasiolan Siahaan kepada medanbisnisdaily.com Kamis (19/10). Hasiolan yang baru saja menerbitkan buku “Mangongkal Holi” ini, menyebutkan ada nilai-nilai dalam cerita Batu Hobon yang berkaitan dengan aspek sosial, budaya dan politik. Dari sisi sosial, cerita Batu Hobon hendak mengajarkan orang tak Toba, agar tak lupa dengan asal muasalnya. Sejauh manapun ia pergi merantau, ia tetap harus kembali kepada Bona Pasogitnya.
Pada aspek budaya, cerita Batu Hobon mengajak orang Batak untuk setia kepada nilai-nilai yang diajarkan nenek moyang mereka. Salah satunya kebersamaan. Bahwa untuk mencapai kemajuan orang Batak harus bersatu. Sama halnya untuk membuka batu itu. Semua keturunan Saribu Raja harus bersatu dalam kebersamaan. Mereka harus bersatu padu membunyikan gondang. Konsep sapargondangan harus tumbuh dalam diri setiap orang Batak Toba. Nilai-nilai kebersamaan itulah yang disimbolkan sebagai pusaka orang Batak Toba.
Pada tataran politik, Batu Hobon mengandung semangat rekonsiliasi-konsolidasi. Siapapun orang Batak yang berselisih paham harus segera berdamai dan kembali bersatu. Jangan berlarut-larut dan sampai membuat perpecahan.
“Nilai yang ada dalam cerita Batu Hobon ini sangat kontekstual dalam situasi sekarang. Mengingat orang Batak dan Danau Toba sekarang ini sedang dalam perhatian dunia,” jelas Hasiolan mengakhiri.