Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
MedanBisnis - Natuna. Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti terus memerangi penangkapan ikan ilegal (illegal fishing) di lokasi perairan strategis nasional, seperti di perairan Natuna. Apalagi perairan Natuna berbatasan langsung dengan teritori perairan negara lain.
Selama 3 tahun upaya Susi tersebut mulai membuahkan hasil. Pemerintah daerah Natuna mencatat rata-rata potensi ikan di perairan Natuna mencapai sekitar 1 juta ton per hari.
"Potensi perikanan di perairan Natuna ini mencapai 1 juta ton per tahun. Sebelumnya sekitar 600-700 ribuan ton per tahun. Meningkat karena adanya pengawasan, patroli, banyak nelayan asing yang ditangkap," kata Asisten 1 Bidang Pemerintahan Sekda Natuna, Abdullah di Natuna, Kepri, Jumat (20/10).
Namun sayangnya potensi ikan tersebut belum bisa dimanfaatkan secara maksimal oleh nelayan kecil di Natuna. Sebab mereka masih terkendala tidak adanya fasilitas pendingin untuk menyimpan ikan (cold storage).
"Akhirnya mereka perlu es. Karena mereka harus menangkap ikan di jarak 800 mil dari daratan. Di situ baru ikannya banyak dan besar-besar," tambahnya.
Kendati begitu, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) tengah membangun Sentra Kelautan dan Perikanan Terpadu (SKPT) di Selat Lampa. Tempat yang akan menjadi sentra perikanan Kabupaten Natuna itu akan tersedia cold storagedengan kapasitas mencapai 3.000 ton per hari.
"Itu untuk kebutuhan yang tangkap wajib lelang check point di situ," ujar Abdullah.
Cold storage tersebut, juga telah mendapatkan jaminan sokongan pasokan listrik. PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) telah membangun Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) di Selat Lampa, Natuna dengan kapasitas 5 mega watt (MW).
Meskipun, saat ini PLN juga telah menyediakan PLTD berkapasitas 1 MW yang posisinya dekat dengan cold storage. Sebab meski belum diresmikan, cold storage tersebut sudah digunakan.
Jika SKPT itu resmi beroperasi diperkirakan membutuhkan pasokan listrik sekitar 3-6 MW. Dengan tambahan PLTD 5 MW Selat Lampa itu, maka kebutuhan listrik bisa terpenuhi.
Potensi pariwisata Natuna
Selain memiliki potensi hasil laut yang besar, wilayah yang terdiri dari pulau-pulau kecil ini juga memiliki banyak potensi pariwisata yang belum tergarap.
Wakil Bupati Natuna Ngesti Yuni Suprapti menjelaskan, Kabupaten Natuna membawahi sebanyak 154 pulau kecil. Dari jumlah pulau tersebut yang berpenghuni hanya 27 pulau.
Dengan hamparan pulau yang begitu banyak, maka wisata bahari akan menjadi andalan. Pihaknya memilih Pulau Senoa, sebuah pulau tak berpenghuni untuk menjadi proyek percontohan pariwisata.
"Senoa dipilih lantaran yang paling siap, semoga yang lain bisa mengikuti," tuturnya di Natuna.
Selain wisata bahari, Natuna ternyata memiliki potensi pariwisata bawah laut kapal karam bersejarah yang bisa dikembangkan. Setidaknya saat ini ada 22 titik kapal karam di perairan Natuna.
Lokasi yang strategis membuat perairan Natuna menjadi jalur melintasnya kapal-kapal bersejarah di masa lampau. Banyak kapal bersejarah yang karam di sana.
Salah satu kapal terkenal yang jatuh di sana yakni Kapal Jadayat, kapal yang dulu sering digunakan oleh Presiden Soekarno untuk memantau pulau-pulau terluar.
"Ini akan menjadi wisata bawah laut khusus kapal tenggelam," ujar Ngesti.
Tidak hanya itu, pada 11 April 1955 pesawat terbang Kashmir India Airline yang membawa penumpang peserta Konfrensi Asia-Afrika terbakar di udara dan jatuh di pesisir Natuna. Lokasi bangkai pesawat itu pun akan dimanfaatkan menjadi objek wisata bawah laut.
Ngesti yakin lokasi jatuhnya pesawat bersejarah tersebut bisa menjadi magnet bagi wisatawan asing, khususnya dari India.
"Rencananya akan dibesarkan, pasti orang India akan ramai ke sini mencari itu," imbuhnya.
Namun pengembangan pariwisata di Natuna masih terhambat masalah akses. Harga tiket pesawat dari Bandara Hang Nadim, Batam menuju Bandara Ranai, Natuna terbilang sangat mahal, berkisar antara Rp 1,4-1,9 juta sekali perjalanan.
Hal itu lantaran hanya ada 2 maskapai yang melayani rute tersebut dengan pesawat ATR, yakni Wings Air dan Sri Wijaya. Jadwal pesawat juga hanya 2 pagi dan siang hari saja.
"Itu harganya sama dengan dari Batam ke Bali. Jadi orang juga malas ke sini. Harga itu ya karena maskapainya terbatas, jadi mereka seenaknya mungkin menentukan harga," tukasnya. (dtf)