Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Medan. Pakar hukum tata negara Dr Janpatar Simamora SH MH, mengatakan, penggunaan hak angket terhadap Bupati Humbang Hasundutan (Humbahas), Provinsi Sumatera Utara, Dosmar Banjarnahor yang digulirkan DPRD bisa berujung pada upaya pemakzulan bupati dari kursi kekuasaan.
Disebutkannya, hak angket merupakan salah satu hak yang melekat pada DPRD dan diatur dengan tegas dalam undang-undang, serta merupakan pencerminan dari pelaksanaan fungsi pengawasan oleh DPRD.
"Hak Angket DPRD Kabupaten diatur dengan tegas dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang belakangan telah diubah menjadi Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015, tepatnya pada Pasal 159 ayat (1) huruf b. Selain itu, hak angket DPRD Kabupaten juga ditegaskan melalui Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014, tepatnya pada Pasal 371 ayat (1) huruf b. Oleh sebab itu, dasar hukumnya sangatlah kuat," ujar akademisi Fakultas Hukum Universitas HKBP Nommensen ini, Jumat (20/10/2017).
Doktor Hukum Tata Negara dari Universitas Padjadjaran ini menjelaskan, kedua undang-undang dimaksud memberi definisi yang sama tentang hak angket, yaitu hak DPRD kabupaten/kota untuk melakukan penyelidikan terhadap kebijakan pemerintah kabupaten/kota yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan masyarakat, daerah dan negara yang diduga bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Saat ditanya lebih jauh terkait pelaksanaan hak angket dimaksud, lulusan Magister Hukum Universitas Gadjah Mada ini mengemukakan bahwa tugas berikutnya bagi DPRD adalah bagaimana membuktikan adanya kebijakan pemerintah Kabupaten Humbahas yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan masyarakat, daerah dan negara yang diduga bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
"Jika hal itu dapat dibuktikan melalui proses penyelidikan DPRD, maka cukup alasan untuk kemudian DPRD menggunakan hak menyatakan pendapat sebagai tindak lanjut dari hak angket. Pendapat DPRD dimaksud selanjutnya akan diuji di Mahkamah Agung," terangnya.
"Jika misalnya setelah melakukan penyelidikan, DPRD menemukan dan menyimpulkan adanya kebijakan Bupai Humbahas yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan masyarakat, daerah dan negara yang diduga bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, lalu kemudian setelah diajukan ke MA juga diperoleh putusan yang sama maknanya dengan pendapat DPRD, maka hal demikian akan berujung pada pemakzulan bupati," terangnya lagi.
Ditanya lebih lanjut mengenai mekanismenya, Janpatar Simamora mengemukakan bahwa masa kerja Pansus Angket DPRD dibatasi selama 60 hari. Selanjutnya, jika berlanjut ke MA, maka masa kerja MA untuk memeriksa, mengadili dan memutus pendapat DPRD dimaksud dibatasi paling lambat 30 hari.
Kemudian, jika putusannya sama dengan pendapat DPRD, misalnya mengusulkan pemberhentian bupati, maka Mendagri wajib memberhentikan bupati paling lama 30 hari sejak menerima usulan DPRD.
"Sesungguhnya, Pansus Hak Angket DPRD tidak perlu dibentuk jika bupati mampu membangun komunikasi yang baik dengan DPRD serta dapat menjalankan tugas dan tanggung jawabnya dengan baik sebagai kepala daerah. Artinya, terbentuknya Pansus Angket dapat juga dimaknai sebagai bukti kegagalan bupati bermitra dengan DPRD setempat. Hal demikian pada akhirnya hanya akan merugikan daerah Humbahas sendiri, karena akan banyak program pemerintah yang kurang berjalan maksimal, paling tidak selama pelaksanaan hak angket dimaksud," tukas Janpatar.