Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
MedanBisnis - Jakarta. Keberadaan taksi online dipandang sebagian masyarakat sebagai peluang bagi terciptanya lapangan kerja baru. Bagaimana kenyataannya di lapangan?
Pengamat transportasi dari Unika Soegijapranata, Djoko Setijowarno, mengatakan, kondisi ini justru berpotensi menimbulkan konflik horizontal alias konflik antar masyarakat yang sama-sama mencari kerja.
Lebih parah, sambung dia, kondisi ini malah bisa memperlebar kesenjangan atau jurang ekonomi antara kelompok masyarakat kelas menengah dengan kelas bawah.
"Karena yang kelas bawah itu orang yang benar-benar jadi sopir taksi untuk cari uang. Sementara kalau taksi online lebih banyak diserap kelompok kelas menengah yang menjadikan profesi sopir taksi sebagai sampingan untuk tambahan," tutur dia, Jumat (20/10).
Hal ini tentu bertentangan dengan upaya pemerintah untuk menambah peluang kerja bagi masyarakat dengan cara menciptakan industri baru.
Alih-alih menambah lapangan pekerjaan, pengemudi taksi yang bekerja di perusahaan taksi konvensional malah terancam kehilangan pekerjaannya karena perusahaan tempat mereka bernaung kalah saing dengan perusahaan taksi online.
"Kan kasihan mereka yang benar-benar jadi sopir taksi untuk cari uang malah kehilangan pekerjaan," sebut dia. (dtf)