Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Dalam kebudayaan masyarakat Mandailing Natal (Madina), sungai mengandung arti kompleks. Sungai yang disebut “batang” itu tidak sekadar sumber mata air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari. Ia juga bernilai sosial, budaya, ekologis, religius dan juga ekonomi. Wujudnya terlihat dalam konsep “Lubuk Larangan”.
“Lubuk Larangan merupakan sebuah konsep pengelolaan sungai yang berbasis pada kearifan ekokultur. Yakni kearifan budaya yang berbasis ekologi. Gagasan ini telah berlangsung turun-temurun dan menyebar hampir di semua desa di Kabupaten Madina.
Secara geografis mayoritas desa di Madina berdekatan dengan aliran sungai. Sungai-sungai yang mengaliri desa- desa itu, antara lain, Sungai Batang Gadis, Sungai Batang Natal, Sungai Batang Selai serta anak-anak sungai yang bermuara ke Danau Rinaete di Tapanuli Selatan. Pada aliran sungai itu ada beberapa kawasan yang ditetapkan sebagai Lubuk Larangan.
Konsep Lubuk Larangan mengacu pada aturan di mana masyarakat baru boleh mengambil ikan yang ada di sungai dalam kurun waktu 1 tahun. Menariknya, hasil pengelolaan Lubuk Larangan tersebut akan digunakan untuk berbagai keperluan pembangunan desa.
Zulkifli Lubis dalam, “Lubuk Larangan : Revivalisasi Situs Keramat Alami di Kabupaten Mandailing Natal” menyebut sedikitnya ada dua keistimewaan pengelolaan pengelolaan sungai dengan sistem lubuk larangan tersebut.
Pertama, kemampuan komunitas setempat di kawasan Mandailing melakukan perubahan radikal dalam konsepsi penguasaan sumberdaya alam (sungai), dari yang semula dipahami sebagai sumber daya yang bisa diakses secara bebas oleh siapapun menjadi sumber daya yang dimiliki secara komunal.
Dengan perubahan konsepsi tersebut, maka kecenderungan eksploitasi berlebihan terhadap sumber daya alam menjadi terkurangi. Pengelolaan sumber daya yang bersifat terbuka tidak terjadi.
Kedua, komunitas-komunitas desa pengelola Lubuk Larangan di Madina mampu menanam dan mengembangkan investasi modal sosial di antara mereka.
Di Indonesia, konsep Lubuk Larangan ini tidak hanya ada di Madina. Konsep ini juga dapat ditemukan di sejumlah desa di Minangkabau dan Jambi. Masyarakat di desa itu juga menjadikan konsep Lubuk Larangan ini sebagai bagian dari kebudayaan mereka.
Ekologis Ekonomis
Awalnya Lubuk Larangan adalah satu kepercayaan masyarakat Madina terhadap beberapa kawasan sungai yang dianggap sebagai tempat penghuni mahluk halus atau naborgo-borgo. Pada akhirnya kawasan Lubuk Larangan menjadi kawasan yang angker.
Namun hal tersebut ternyata memberikan dampak baik bagi ekosistem sungai. Sumber daya ikan di sungai tetap terjaga dan keseimbangan alam juga tetap terjaga.
Hal itu dijelaskan Ketua Ikatan Mahasiswa Madina Jaya, Herman Rangkuty kepada medanbisnisdaily.com, Kamis (26/10/2010).
“Bagi yang melanggar akan didenda. Besarnya tergantung kesepakatan. Ada yang Rp 500.000 maupun Rp 1 juta. Tetapi sanksi yang paling ditakutkan berkaitan dengan norma. Masyarakat masih percaya, orang yang berani mengambil ikan di Lubuk Larangan akan sakit. Bahkan bisa mati jika tidak diobati dukun yang telah menjaga Lubuk Larangan,” jelas Herman.
Ditambahkan Rangkuty, dampak lain dari Lubuk Larangan itu adalah sisi ekonomis. Pada waktu tertentu, khususnya saat Lebaran, Lubuk Larangan pun dibuka. Masyarakat berduyun-duyun datang untuk menangkap ikan dengan jala.
Untuk menangkap ikan itu, masyarakat dipatok harga bervariasi. Misalnya untuk masyarakat di kelurahan itu Rp 15.000, sedangkan di luar keluarahan itu Rp 50.000. Uang yang terkumpul itu sebagian disisihkan untuk keperluan pembangunan desa, membangun rumah ibadah, menyantuni anak-anak yatim dan kegiatan sosial lainnya. Sebagian lagi untuk membeli bibit ikan sebagai pengganti yang telah dipanen.
“Bisa dibayangkan jika masyarakat mencapai ribuan. Belum lagi turis yang datang. Berapa pendapatan yang diperoleh setiap tahun,” tegasnya.
Selain bernilai ekonomis, Lubuk Larangan juga mengandung nilai-nilai konservasi. Dengan konsep itu, kualitas air sungai akan terjaga.
Sistem Lubuk Larangan adalah satu bukti sistem tradisional yang mampu menjaga alam secara lestari. Rasanya konsep ini perlu diterapkan ke berbagai wilayah yang sumber daya sungainya melimpah.