Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
MedanBisnis - Kabupaten Cirebon. Madrasah Diniyah Takmiliyah Awaliyah (DTA) Thoriqus Sa'adah yang berada di Cirebon salah satu lembaga pendidikan yang dikelola secara mandiri. Wajar jika perkembangannya tak begitu pesat.
Di balik kemandiriannya itu, ternyata pengelolaan DTA Thoriqus Sa'adah sarat akan nilai-nilai gotong royong. Bahkan, Kepala Sekola DTA Thoriqus Sa'adah, Siti Rohayati, rela tak mengambil gajinya demi membiayai operasional sekolah.
"Ini dikelola secara turun temurun. Dulu dikelola sama Haji Karna, kemudian dilanjutkan Pak Adang dan dilanjutkan oleh saya. Satu bulan sebelum lulus MAN, saya ikut mengajar di sini," kata Rohayati saat ditemui detikcom di DTA Thoriqus Sa'adah, Desa Pasindangan, Gunung Jati, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, Rabu (1/11/2017).
Ia berkisah sejak awal dibangun hingga kini DTA Thoriqus Sa'adah hanya dua kali menerima bantuan dari pemerintah. Ia mengaku kesulitan untuk mengembangkan sekolah. Terlebih lagi, DTA Thoriqus Sa'adah tengah membangun ruangan tambahan.
Rohayati dan para guru rela menyisihkan gajinya untuk membangun ruangan baru. Bukan hanya itu, perjuangan Rohayati mendapat dukungan dari suaminya, Moh Noto, yang bekerja sebagai cleaning service di salah satu perusahaan.
Suami Rohayati tersebut ikut menyisihkan gaji bulanan. "Alhamdulillah keluarga mendukung. Guru-guru juga banyak yang ikut menyumbang. Memang kalau (biaya) dari sekolah tak mencukupi, kita mengeluarkan uang pribadi demi operasional sekolah," tutur Rohayati.
Dia tak menyangka para orang tua siswa ikut menyumbang demi kelancaran pembangunan ruangan baru itu. "Selain dari uang pribadi dan keluarga, saya juga mendapat sumbangan dari orang tua murid, teman suami saya. Sempat dibuka kenclengan (kotak amal), satu siswa seratus rupiah per hari. ternyata banyak yang nyumbang dan gede nominalnya, satu bulan kita tutup kenclengannya," kata Rohayati.
Sebanyak Rp 19.220.000 terkumpul dari hasil gotong-royong. Fondasi ruangan baru pun terbangun. Rencananya, ruangan baru itu digunakan ruang guru dan kelas belajar. "Sekarang gurunya ada tiga, dulu ada lima. Saya berharap sekolah ini terus berkembang," ujarnya.
Rohayati mengaku terinspirasi dengan kisah Siti Khadijah, istri Nabi Muhammad SAW yang ikhlas membantu sesama. Sosok Siti Khadijah, sambung dia, rela menyumbangkan waktu, pikiran, tenaga, dan hartanya demi kesejahteraan masyarakatnya. Selain itu, sejak kecil Rohayati dididik untuk saling membantu antar sesama oleh keluarganya.
"Bapak dulu sering membantu orang. Intinya mah pendidikan keluarga sejak kecil. Karena gaji saya untuk guru, saya nyari sampingan dengan menjual es lilin untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari," tuturnya.
Saat ini, dia melanjutkan, jumlah siswa yang tercatat di DTA sebanyak 90 siswa. Jumlah siswa yang tidak terlalu banyak menyulitkannya untuk mengembangkan sekolah yang dikelola secara mandiri ini.
"Segini-gini aja muridnya. Pernah dulu tembus sampai 100 lebih siswanya," kata Rohayati. (dtc)