Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Sebagai gantinya, petani menggunakan pupuk non subsidi bagi petani yang mampu membelinya. Tetapi, petani yang tidak mampu membeli pupuk non subsidi, tidak bisa memupuk lahan pertanian dan perkebunan sawitnta, tentu saja hasil produksi pertanian petani menuruun.
H Ahmad Tajuddin Nasution, seorang petani sawit dan peladang padi darat di Desa Pagaran Dolok Sosa Jae, kepada wartawan, Selasa (7/11/2017) menyebutkan, tiga bulan terakhir ini tidak memupuk lahan sawit dan padi daratnya.
"Selama ini, untuk kebun sawit seluas 3,5 hektare dan tanaman padi darat seluas dua hektare, saya menggunakan pupuk bersubsidi jenis phonska, SP36 dan ZA. Ketiga jenis pupuk bersubsidi tersebut dicampur dan diaplikasikan ke lahan perkebunan sawit dan lahan padi darat saya. Tapi, tiga bulan ini tidak ada pupuk bersubsidi, kebun sawit dan lahan padi darat saya, tidak saya pupuk," ujarnya.
Karena tanaman sawit tidak dipupuk, lanjutnya, tiga bulan ke depan hasil panen sawitnya diprediksi akan menurun. "Biasanya, reaksi dari aplikasi pupuk ke tanaman keras, seperti sawit, karet dan lainnya akan terlihat perubahan pada tiga bulan ke depan," ujarnya.
Sementara untuk tanaman lunak, seperti padi, sayur mayur dan holtikultura, perubahan tanaman akan terlihat dalam jangka waktu dua bulan setelah dipupuk.
Untuk beli pupuk non subsidi, tambahnya, harganya dinilai terlalu tinggi dan tidak sesuai dengan hasil pertaniannya. Harga pupuk urea Rp 250.000/sak 50 kg, NPK mutiara ukuran 50 kilogram harganya Rp 450.000, TSP karung 50 kilogram Rp 350.000, pupuk ZA Rp 175.000/zak 50 kilogram.
Sedangkan harga pupuk bersubsidi, jenis pupuk ZA Rp 90.000/zak 50 Kg, SP36 Rp 145.000/zak 50 kg, NPK Phonska Rp 155.000/sak 50 kg, Urea Rp 135.000/sak 50 kg.
"Kita berharap, pemerintah dapat segera mengatasi kelangkaan pupuk bersubsidi ini. Untuk meningkatkan hasil produksi petani, mengingat, saat ini waktu tepat untuk memupuk karena sudah turun hujan," kata Tajuddin.