Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Medan. Wakil Ketua Komisi A DPRD Sumut Syamsul Qadri Marpaung menilai, pmerintah tidak siap mengatasi persoalan banjir dari luapan sungai Asahan tersebut. Sebab, timbunan pasir menutup jalan mengalirnya air dari sungai ke laut sehingga perlu segera dikeruk sehingga beberapa desa di Kabupaten Asahan terendam banjir baru-baru ini.
"Pasir yang tertimbun seharusnya bisa diekspor namun terkendala Peraturan Menteri Perdanganan Nomor 44 tahun 2012 tentang larangan ekspor pasir," ujarnya kepada wartawan, Rabu (8/11/2017).
Dikatakannya, Pemerintah pusat juga diminta harus meninjau ulang Permendag tentang larangan ekspor pasir tersebut. pasalnya pasir di Sungai Asahan tersebut sudah sangat tinggi. Pasir yang turun karena abrasi dari atas tertahan dan mengendap karena bertemu dengan air lain yang naik.
“Kalau memang tidak ada dana mengorek pasir tersebut, berikan saja sama orang atau pengusaha. Jangan dibiarkan mengendap tidak dikorek begitu, tidak ada nilai ekonominya, kalau diekspor kan masyarakat lebih terbantu,” ujarnya.
Ia yang juga anggota dewan dari daerah pemilihan Asahan ini menambahkan, setidaknya pemerintah bisa menyiapkan beberapa alat berat untuk mengorek pasir tersebut setiap harinya seperti yang dilakukan di Sidoarjo. Jika tidak, masyarakat akan terus mengalami kerugian termasuk rusaknya lahan sawit, palawija serta terganggunya aktivitas sekolah akibat banjir.
“Baik, Pemda, Pemprov dan pemerintah pusat tidak tepat mengatasi masalah ini. Terlebih lagi aparat yang lemah dengan membiarkan kerusakan hutan mangrove. Asalah sedang dikepung banjir, beberapa desa seperti Desa Pertahanan, Sei Dua Hulu, Teluk Dalam, Simpang Ampat, Pematang Sungai Baru, Kapian Batu VIII, Sei Silo, Kelurahan Datuk Bandar Tanjungbalai dan lainnya,” ungkapnya.
Bantuan dari pemerintah pasca banjir saja tidak cukup untuk menjadi solusi atas persoalan banjir yang terus melanda Asahan, solusi konkret diperlukan agar daerah tersebut bebas dari banjir. Syamsul juga menkritik perbaikan benteng yang sudah keropos sering kali dilakukan asal-asalan.
“Pemerintah harus mengevaluasi Permendag tersebut, atau dibuat perlakukan khusus untuk daerah-daerah tertentu. Jika ekspor diizinkan, pasti akan banyak pengusaha yang mau melakukan pengerukan. Selain bisa menjadi uang, pemerintah juga tidak perlu mengeluarkan biaya. Pemerintah kita tidak sanggup melakukannya,” tambahnya.
Menurut Syamsul Qadri, sebelum ada peraturan tersebut, tidak ada banjir di wilayah Asahan. Bahkan belum ada benteng di sungai tersebut. Hal itu disebabkan karena adanya pengorekan pasir secara berkala. Jika pasir yang mengendap tersebut dikorek, ia yakin persoalan banjir akan teratasi.