Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
MedanBisnis - Jakarta. Pejabat eselon III Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral berinisial DC ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pembangunan kilang elpiji miniplant di Musi Banyuasin, Sumatera Selatan. Kasus ini diselidiki Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri sejak pertengahan 2016 dan tahap penyidikan dimulai pada Agustus 2017.
"Berdasarkan fakta dan hasil gelar perkara, penyidik telah menetapkan satu orang tersangka atas nama DC, Oktober kemarin. DC adalah pejabat eselon III di Kementerian ESDM. Saat pengerjaan proyek, tersangka menjadi pejabat pembuat komitmen (PPK)," jelas Kasubdit I Dittipikor Bareskrim Polri Kombes Arief Adiharsa saat dihubungi detikcom, Kamis (9/11/2017).
Arief menceritakan proyek pembangunan kilang elpiji miniplant di Musi Banyuasin terjadi pada 2013-2014. Direktorat Jenderal Migas Kementerian ESDM-lah yang mengerjakan proyek ini.
"Tujuan proyeknya, kilang akan memanfaatkan sumber gas di lapangan Jata untuk diolah menjadi elpiji dengan tujuan memenuhi kebutuhan elpiji di sekitar Musi Banyuasin, Sumsel," kata Arief.
Pembiayaan proyek ini dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Kementerian ESDM tahun anggaran 2013 dan 2014 dengan sistem multiyears. Perusahaan yang membangun kilang mendapat kontrak kerja senilai Rp 99 miliar.
"Pembangunan dilaksanakan oleh PT Hokasa Mandiri dengan nilai kontrak Rp 99.017.000.000. Namun, berdasarkan hasil penyelidikan, penyidik menemukan bukti-bukti penyimpangan dalam pelelangan, pelaksanaan, hingga proses pencairan anggaran," terang Arief.
Penyimpangan yang dimaksud penyidik, lanjut Arief, adalah pembayaran sebesar 100 persen kepada kontraktor yang tidak menyelesaikan pekerjaannya. Badan Pemeriksa Keuangan menemukan indikasi kerugian negara.
"Penyidik juga telah melakukan penyitaan berupa dokumen terkait perkara dan uang kickback sebesar Rp 1.086.000.000," ujar Arief.
Polisi menjerat DC dengan Pasal 2 ayat 1 dan/atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
"Pada tersangka, tidak dilakukan penahanan dengan pertimbangan tersangka selama ini kooperatif," tutup Arief. (dtc)