Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
MedanBisnis - Jakarta. Majelis hakim menolak eksepsi yang diajukan Rochmadi Saptogiri terhadap dakwaan jaksa dalam perkara uang suap Rp 240 juta terkait opini wajar tanpa pengecualian (WTP) di Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi. Sidang perkara suap tersebut pun dilanjutkan.
"Mengadili menyatakan keberatan dari penasihat hukum Rochmadi tidak dapat diterima," kata ketua majelis hakim Ibnu Basuki dalam sidang di Pengadilan Tipikor, Jl Bungur Besar Raya, Kemayoran, Jakarta Pusat, Senin (9/11/2017).
Majelis hakim juga berpendapat Pengadilan Tipikor berwenang mengadili perkara tersebut. Kemudian majelis hakim meminta jaksa melanjutkan sidang ke pokok perkara dengan menghadirkan saksi-saksi.
"Memerintahkan penuntut umum melanjutkan pemeriksaan perkara atas nama Rochmadi Saptogiri, menangguhkan biaya putusan akhir, demikian diputuskan majelis hakim," ujar hakim.
Dalam pertimbangannya, hakim mengatakan dakwaan ketiga dan keempat merupakan perkara tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang berasal tindak pidana awal. Adanya TPPU untuk menghilangkan jejak hasil korupsi yang dilakukan oleh terdakwa Rochmadi.
"Menimbang bahwa TPPU, yang merupakan tindak pidana lanjutan, yang merupakan sebagai sebuah upaya menghilangkan jejak sedemikian rupa sehingga tidak diketahui tindak pidana yang menghasilkan uang dan kekayaan. Tidak mungkin ada TPPU kalau tidak ada tindak pidana asal, bahwa TPPU tidak perlu menunggu hasil perkara harus selesai," kata hakim.
Atas ditolaknya eksepsi ini, sidang pemeriksaan kasus Rochmadi akan kembali dilanjutkan. Sidang akan dilanjutkan dengan agenda pembuktian dengan pengajuan saksi oleh JPU KPK pada 16 November 2017.
Sebelumnya, Rochmadi mengajukan eksepsi atas keberatan dakwaan jaksa. Rochmadi merasa dakwaan yang disampaikan jaksa KPK padanya harus dibatalkan. Menurutnya, dakwaan jaksa itu belum melalui proses penyidikan.
Rochmadi didakwa melanggar Pasal 12 ayat 1 huruf a dan huruf b UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. (dtc)