Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
MedanBisnis - Cibinong. Bagi kebanyakan orang di Indonesia, belum bisa disebut makan jika belum melahap nasi. Makan di luar nasi dianggap sebagai camilan semata. Pemahaman makan harus dengan nasi ini yang coba diluruskan. Selain menjaga ketahanan pangan, juga meningkatkan asupan gizi.
Hal itu diungkapkan oleh Gubernur Jawa Barat, Ahmad Heryawan (Aher), saat Peringatan Hari Pangan Sedunia tingkat provinsi di Stadion Pakansari, Kabupaten Bogor, Kamis (9/11/2017).
"Kita harus ubah pola makan kita jadi pola pangan beragam, bergizi, sehat, seimbang, dan aman. Sederhananya kalau makan piring di depan mata kita, piring dibagi 4, nasi enggak boleh lebih dari seperempat, seperempatnya lauk pauk, seperempatnya sayuran, seperempatnya buah-buahan," kata Aher.
Dia bercerita, di kantornya di Gedung Sate, Bandung, di beberapa acara pemerintahan sesekali pihaknya mencoba mengubah susunan makanan dengan menempatkan nasi paling ujung dari tempat piring. Tujuannya agar lebih banyak lauk dan sayuran yang diambil. Namun, hal tersebut rupanya tak efektif.
"Coba nasi kalau prasmanan paling ujung, depan sayur dulu. Saya di Gedung Sate coba prasmanan biasanya nasi dulu baru lain-lain, diganti lain-lain dulu baru nasi, di balik piringnya di sana, nasi di ujung sana, ternyata tak jalan. Ini pola pangan masih buruk, padahal persediaan (pangan) tak ada masalah," ungkap Aher.
"Pola pangan kita masih berorientasi karbohidrat, sehingga pertama kali diambil adalah nasi. Katanya perlu kurangi jenis pangan yang memicu karbohidrat dikonsumsi, salah satunya garam, sambal, dan ikan asin. Kalau ikan asin dikurangi, sambal dikurangi, kelihatannya konsumsi nasi juga bisa dikurangi. Tapi kata orang Garut enggak pedas, padahal itu yang membawa nikmat makanan," selorohnya.
Diungkapkannya, perubahan pola makan perlu gencar dilakukan. Lantaran konsumsi pangan sangat berpengaruh pada perkembangan generasi yang lebih baik. Generasi yang baik, ditunjang oleh kecukupan gizi seimbang.
"Sebab bagaimanapun demi generasi yang cerdas kita di masa depan, pola keseimbangan pola pangan harus kita pertahankan. Kalau cerita urusan kecerdasan terkait dengan kekuatan, tulang otot, dan lainnya, yang paling membentuk protein hewani, jadi harus akrab dengan telur, daging, ikan, dan susu," jelas Aher.
Apalagi, lanjut dia, sejumlah profesi menuntut tinggi badan yang ideal. Sehingga asupan gizi yang cukup dengan pola makan yang benar perlu lebih banyak lagi dikampanyekan.
"Pekerjaan-pekerjaan khusus haruskan ada tinggi ideal, kalau tinggi kurang saja gagal. Padahal mereka punya masa depan yang tinggi. Orang Jawa Barat ada potensi bagus, akrab dengan sayuran tak ada masalah, nasinya saja disedikitkan. Orang Jawa Barat semua daun bisa jadi makanan," ucap Aher.
Pada kesempatan tersebut, Aher juga memaparkan hampir tak ada persoalan pangan yang terjadi di Jawa Barat. Tal berlebihan jika provinsi lumbung beras ini, dikatakan Aher, adalah wilayah paling subur di Indonesia.
"Jawa Barat terlahir sebagai provinsi paling subur di Indonesia. Artinya wajar kalau ketahanan pangan paling baik, tidak wajar kalau di sebuah provinsi yang subur, masyarakatnya sengsara. Masyarakatnya ada persoalan pangan, seharusnya tak boleh terjadi. Kerawanan masih ada di beberapa tempat, tapi kerawanan yang tidak sampai kepada kekurangan pangan, apalagi kelaparan," tutur Aher.
Bicara soal produksi pertanian, menurut Aher, Jawa Barat juga sukar dikalahkan. Provinsinya selama ini masih jadi produsen beras terbesar di Indonesia.
"Penghasil beras terbesar di Indonesia adalah Jawa Barat. Kita bangga pada petani Jawa Barat karena dari sisi lahan paling sedikit dibanding Jawa Tengah dan Jawa Timur," terang Aher.
Dia merinci, luasan sawah di Jawa Barat saat ini hanya 900.000 hektar. Jauh tertinggal dibandingkan Jawa Tengah seluas 1,1 juta hektar, dan Jawa Timur 1,4 juta hektar. Sektor agro lainnya pun tak kalah besarnya.
"Tapi meski area sawahnya lebih sedikit, produktivitasnya paling tinggi. Jadi produksi tahunannya paling tinggi, juga ditopang kepemilikan air tawar tertinggi di Jawa Barat. Kemudian produk protein hewani 50% dipasok Jawa Barat, tentu hewani non daging sapi, unggas ikan adalah keunggulannya, 40% hortikultura dihasilkan dari Jawa Barat. Teh juga di Indonesia 70% dari Jawa Barat," pungkasnya. (dtc)