Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
MedanBisnis - Jakarta - Publik menyoroti terbitnya surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) terhadap 2 pimpinan KPK. Direktur Eksekutif Lingkar Madani Ray Rangkuti mengatakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) mesti diingatkan tentang potensi terjadinya kriminalisasi terhadap pimpinan KPK.
"Presiden juga harus diingatkan, usia 3 tahun berkuasa tapi sudah ada 2 pimpinan KPK dikriminalisasi dan ini potensial dikriminalisasi lagi," kata Ray dalam sebuah diskusi bertema 'Masyarakat Sipil Tolak Kriminalisasi KPK' di kantor Formappi, Matraman, Jakarta Timur, Jumat (10/11/2017).
Dua pimpinan KPK yang ia maksud pernah dikriminalisasi ialah mantan Ketua KPK Abraham Samad dan salah satu wakilnya kala itu, Bambang Widjajanto. Kasus ini terjadi pada awal 2015.
Sedangkan pimpinan KPK saat ini yang berpotensi dikriminalisasi ialah Ketua KPK Agus Rahardjo dan salah satu wakilnya, Saut Situmorang. Menurutnya, akan jadi preseden buruk jika nantinya Agus dan Saut ikut dikriminalisasi.
"Ini sejarah baru di era pemerintahan dalam masa 3 tahun, 4 pimpinan KPK dikriminalisasi. Ini memilukan di era Jokowi yang digadang sebagai presiden yang pro terhadap tindakan antikorupsi," ujarnya.
Ray melihat KPK di masa kepemimpinan Agus tengah dalam performa yang baik dalam upaya pemberantasan korupsi. Namun tiba-tiba keduanya menghadapi persoalan hukum terkait dugaan penyalahgunaan kewenangan.
Sebagaimana diketahui, Agus dan Saut dipolisikan terkait laporan surat cegah Setya Novanto. Menurutnya, permintaan pencegahan terhadap Novanto kepada pihak keimigrasian adalah upaya KPK terkait hasil putusan sidang praperadilan di PN Jaksel beberapa waktu lalu.
"KPK keluarkan permintaan pencegahan tambahan pada Dirjen Imigrasi agar yang bersangkutan dicekal lagi. Kenapa dilakukan KPK? Karena KPK punya dasar putusan hakim Cepi yang memenangkan praperadilan Setnov terhadap ketersangkaan yang diputuskan," tuturnya.
Hal serupa diungkapkan Kaka Suminta dari Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP). Perhatian kepada KPK mesti diberikan Presiden karena korupsi adalah kejahatan luar biasa.
Karena itu, menurutnya, tak salah jika publik berharap Presiden Jokowi lebih menunjukkan sikap tegas dalam mendukung kinerja pemberantasan korupsi oleh KPK.
"Saya pikir tidak salah kalau kita semua berharap Presiden perlu lebih tegas. Bukan hanya mendukung KPK, tapi juga harus action. Ini yang bisa dilakukan lewat sayap kekuasaannya kepolisian ada di bawah presiden, kejaksaan di bawah presiden," ucap Kaka.
Jika Jokowi berbicara kepada dua lembaga ini, menurutnya, itu bukan merupakan sebuah intervensi hukum. Tindakan tersebut, lanjutnya, merupakan bentuk ketegasan Jokowi terhadap komitmen pemberantasan korupsi.
"Saya pikir dengan bicara pada dua lembaga ini, Presiden sudah bisa melakukan dan itu bukan intervensi terhadap proses hukum. Tapi adalah ketegasan seorang presiden untuk melakukan apa yang dia katakan," ungkapnya.
"Sampai saat ini saya tidak melihat bahwa Presiden melakukan apa yang dia katakan berkaitan dengan dukungan terhadap KPK," imbuh Kaka.
Kriminalisasi terhadap pimpinan KPK juga pernah terjadi pada pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Ketika itu Bibit Samad Rianto dan Chandra Hamzah berhadap-hadapan dengan pihak kepolisian.
Kasus ini dikenal publik dengan istilah 'Cicak vs Buaya'. Ketika itu, kasus Bibit-Chandra di-back up Presiden SBY-Boediono. Akhirnya, perkara Bibit-Chandra dideponering Kejaksaan karena menimbulkan keresahan di masyarakat. dtc