Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
MedanBisnis - New York. Sekjen Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres mendesak pemimpin Myanmar, Aung San Suu Kyi untuk mengizinkan para pengungsi Rohingya di Bangladesh kembali ke negaranya.
Hal tersebut disampaikan Guterres dalam pertemuan dengan Suu Kyi di sela-sela KTT ASEAN di Manila, Filipina.
"Sekjen menekankan bahwa meningkatkan upaya-upaya untuk memastikan akses kemanusiaan, pemulangan yang aman, bermartabat, sukarela dan berkelanjutan, serta rekonsiliasi nyata antara komunitas-komunitas, adalah penting," demikian disampaikan kantor Sekjen PBB seperti dilansir kantor berita AFP, Selasa (14/11).
Pertemuan Guterres dan Suu Kyi tersebut terlaksana pada Selasa pagi waktu setempat.
Sebelumnya, dalam pidatonya di KTT ASEAN pada Senin (13/11) malam waktu setempat, Guterres juga menyampaikan keprihatinan atas Rohingya. Dikatakan pemimpin badan dunia tersebut, eksodus ratusan ribu warga Rohingya merupakan "eskalasi mengkhawatirkan dalam tragedi yang berlarut-larut". Menurutnya, situasi tersebut berpotensi menjadi sumber ketidakstabilan di wilayah, serta radikalisasi.
Lebih dari 600 ribu warga Rohingya telah melarikan diri ke Bangladesh sejak militer Myanmar melancarkan operasi besar-besaran di negara bagian Rakhine pada Agustus lalu. Pejabat-pejabat PBB mengatakan bahwa para tentara Myanmar telah memperkosa wanita Rohingya beramai-ramai dan melakukan kejahatan-kejahatan lainnya dalam operasi militer tersebut.
Namun militer Myanmar menyatakan, penyelidikan internal yang dilakukannya tidak membuktikan tuduhan-tuduhan kekejaman yang dilakukan tentara. Laporan hasil penyelidikan tersebut diposting di laman Facebook milik panglima militer Myanmar, Jenderal Senior Min Aung Hlaing.
Dalam laporan itu disebutkan, menurut 2.817 orang yang diwawancarai dari 54 desa Rohingya, para tentara tidak menembaki warga desa tak bersalah, tidak memperkosa serta tidak melakukan kekerasan seksual terhadap kaum wanita. Militer juga tidak melakukan pembunuhan atau pemukulan warga desa ataupun pembakaran rumah-rumah warga.
Dalam laporannya, militer Myanmar menyalahkan para militan atas pembakaran desa-desa dan menakut-nakuti serta memaksa warga untuk meninggalkan rumah-rumah mereka. Namun klaim ini tak bisa dibuktikan mengingat otoritas Myanmar tak mengizinkan panel PBB masuk untuk menyelidiki dugaan kekerasan terhadap warga Rohingya di Rakhine.
(dtc)