Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Direktur Jenderal Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) RI Slamet Soebjakto menegaskan bahwa daya dukung perikanan di Danau Toba berkisar 35.000 ton per tahun.
"Itu hasil kajian Lembaga Ilmu Penelitian Indonesia (LIPI) dan Perpres No 81 tahun 2004 tentang Penataan Ruang Kawasan Danau Toba, yang hanya membolehkan daya tampung perikanan 35.000 ton per tahun," kata Slamet kepada medanbisnisdaily.com via sambungan telepon dari Jakarta, Selasa, (14/11/2017).
Hal itu disampaikan Slamet saat dikonfirmasi soal pernyataan Wakil Gubernur Sumatera Utara (Wagubsu) Nurhajizah Marpaung yang menyebutkan bahwa daya dukung Danau Toba berdasarkan SK Gubsu hanya 10.000 ton per tahun.
Menurut Slamet, angka 10.000 bukanlah angka yang ideal untuk pengembangan budidaya perikanan di Danau Toba. Karena berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan beberapa lembaga, ada beberapa pernyataan yang berbeda soal daya dukung.
Seperti hasil kajian KKP menyebutkan bahwa daya dukung Danau Toba berkisar 50.000 ton per tahun, LIPI 35.000 ton, luar negeri 55.000 ton dan terakhir Pemprovsu 10.000 per tahun.
Kajian yang dilakukan pihak Pemprovsu, menurut Slamet, hanya didasarkan pada pencemaran yang terjadi di Danau Toba yang diakibatkan oleh keramba jaring apung (KJA). Sementara LIPI sudah melakukan penelitian bertahun-tahun terhadap daya dukung perikanan budidaya di Danau Toba.
KKP, kata Slamet, sudah pernah menyurati agar Pemprovsu mengkaji kembali SK Gubsu soal daya dukung tersebut dengan melemparnya ke publik atau melibatkan pihak perguruan tinggi, ahli perikanan, masyarakat dan stakeholder lainnya, sebelum SK tersebut di-Perda-kan.
"Kita tahu, perikanan budidaya yang dilakukan di Danau Toba merupakan sumber mata pencaharian masyarakat sekitar. Kalau KJA hanya 10.000 ton, itu tidak akan mengakomodir penelitian-penelitian yang dilakukan selama ini," kata Slamet.
Apalagi kalau sempat menutup PT Aquafarm, menurut Slamet, tidak segampang yang diucapkan. Karena Aquafarm kan perusahaan asing yang izinnya dikeluarkan oleh Penanaman Modal.
"Waktu itu ada perusahaan asing yang digugat pemerintah karena dianggap telah melakukan pencemaran. Namun setelah di PTUN kan ternyata yang menggugat kalah. Nah, kitakan malu. Jangan sampai hal itu terulang kembali," kata Slamet.
Karena menurut Slamet, budidaya perikanan yang dilakukan pihak Aquafarm sudah memiliki sertifikat internasional yang menunjukkan bahwa budidaya perikanan yang dilakukan secara bertanggung jawab.
"Aquafarm sudah mengantongi sertifikat ASC/ISRTA atau aquaculture stewardship council/international standar for responsible tilapia aquaculture. Jadi budidaya yang mereka lakukan benar-benar telah mengikuti aturan internasional. Artinya, budidaya yang mereka lakukan tidak merusak lingkungan," jelas Slamet.
Soal pencemaran air Danau Toba yang dianggap dari KJA, menurut Slamet, pemerintah daerah yang berada di kawasan lingkar Danau Toba, termasuk Pemprovsu dan stakeholder perlu duduk bersama membahas sumber-sumber pencemaran yang terjadi di Danau Toba.
Dari hasil penelitian LIPI dan KKP pencemaran yang ditimbulkan oleh KJA tidak seperti yang diperkirakan selama ini. Melainkan hutan yang gundul, hotel, limbah domestik, limbah pertanian, peternakan, dan lain-lain yang semuanya mengalir ke Danau Tiba lewat sungai yang langsung membuang ke Danau.
"Ini fakta, hasil penelitian. Jadi jangan kita terus-menerus menyalahkan KJA sebagai sumber pencemar Danau Toba, sementara sumber utama pencemaran kita abaikan," tegas Slamet.
Menurut Slamet, sejak Perpres 81 tahun 2014 dikeluarkan, daya dukung Danau Toba sudah berkurang, tidak lagi mencapai 60.000 ton per tahun.
"Jadi kita jalankan saja Perpres itu sehingga KJA benar-benar tertata rapi, KJA dibuat dengan kedalaman 100 meter sebagaimana yang tertuang dalam Perpres tersebut. Dengan begitu KJA yang ada turut mendukung program pemerintah yang menjadikan Danau Toba sebagai destinasi internasional," kata Slamet.
Apalagi ikan nila yang dihasilkan dari Danau Toba, kata Slamet, adalah ikan terbaik di dunia.
"KJA itu bisa kita jual ke turis yang berkunjung ke Danau Toba. Mereka bisa melihat langsung bagaimana proses budidayanya, mancing dan memasaknya. Kalau KJA tidak ada lagi, turis mau dikasih makan apa. Masak sih kita datangkan dari Jambi atau daerah lain, ikan yang mau dimakan turis," kata Slamet.