Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
MedanBisnis - Jepara. Desa Brantaksekatjati Kecamatan Welahan, Kabupaten Jepara pernah menjadi sentra kerajinan payung kertas. Lebih dari 50 persen warganya menggantungkan pendapatannya dari kerajinan ini.
Kerajinan payung kertas ini sempat berjaya. Namun saat ini sudah hampir punah dan tidak ada lagi. Kini hanya tinggal satu orang yang membuat payung kertas, yakni Sukamah.
Belum diketahui persis kerajinan ini kali pertama muncul, namun di tahun 1970-an sudah banyak warga Desa Brantaksekarjati yang memproduksinya. Pada tahun 1980 hingga 1990-an kerajinan payung kertas mengalami kejayaan.
Banyak pesanan yang datang dari luar Kabupaten Jepara. Payung kertas biasa di pesan untuk keperluan pribadi maupun inventaris desa seperti keperluan prosesi pemakaman.
Namun seiring perkembangan jaman, permintaan terhadap payung ini menurun. Bahan bahan baku juga turun. Demikian pula dengan generasi perajin juga mulai berkurang.
Kini, perajin payung kertas di Desa Brantaksekarjati hanya tinggal seorang, yakni Sukamah. Nenek berusia 60 tahun saat ini, masih menerima permintaan membuat payung kertas.
Ia bercerita, telah memulai usahanya sejak umurnya 18 tahun. Waktu itu tahun 1975, ia dan suaminya telah menggeluti pembuatan payung kertas.
"Payung kertas memang sudah menjadi mata pencaharian warga sini. Dulunya banyak yang menjadi perajin, tapi sekarang tinggal saya," kata Sukamah, di rumahnya, Selasa (14/11/2017).
Di tahun itu, pembuatan payung kertas masih dilakukan secara tradisional. Bambu, kertas bungkus semen, plastik. Menariknya lem perekat terbuat dari sari buah pohon Kleco.
"Untuk membuatnya kaku digunakan pati kanji (tepung ketela). Sementara bahan baku utamanya adalah kertas semen yang membalut rangka dari bambu," terang dia.
Menurutnya pohon Kleco dulunya mudah didapat di Desa Brantaksekarjati. Namun kini, untuk menemukannya, ia harus menuju desa sebelah, Kalipucang untuk bahan baku.
"Dulu sepanjang jalan desa ini banyak pohon Kleco, namun kini sudah ditebangi. Sehingga kalau mau mengelem kertas semen dengan rangka bambu harus cari buah kleco dari Kalipucang. Dulu perajinnya pun banyak, namun kini sudah pada meninggal dunia," kata dia.
Meski tinggal ia seorang, permintaan payung kertas masih berdatangan seperti dari Demak, Semarang dan Jepara sendiri. Kini kerajinan tersebut kebanyakan digunakan untuk pelengkap pertunjukan tari atau sekedar hiasan.
"Kalau buat ini satu jam paling dapat dua. Tapi itupun saya sela dengan kegiatan keseharian seperti masak. Pesanan kebanyakan untuk tari ataupun untuk hiasan atau untuk upacara pemakaman," urainya.
Dia mengatakan satu payung kertas berukuran kecil dibanderol Rp 15 ribu perbuah. "Kalau tambah ukurannya tambah harga," tandasnya. (dtc)