Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
MedanBisnis - Naypyitaw. Pemimpin de-facto Myanmar, Aung San Suu Kyi, menanggapi kritikan global terhadap dirinya terkait krisis Rohingya. Suu Kyi menegaskan dirinya tidak bungkam mengetahui krisis kemanusiaan melanda negaranya.
Seperti dilansir AFP, Rabu (15/11/2017), penegasan ini disampaikan Suu Kyi saat memberikan konferensi pers bersama dengan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Rex Tillerson yang sedang berkunjung ke ibu kota Naypyitaw.
Berbicara bersisian dengan Menlu Tillerson, Suu Kyi menegaskan dirinya selama ini selalu bersuara namun menghindari komentar yang bisa memicu ketegangan sektarian di Myanmar. Diketahui bahwa mayoritas warga Myanmar yang menganut Buddha tidak senang dengan keberadaan Rohingya.
"Saya tidak bungkam... apa yang dimaksud orang-orang adalah hal-hal yang saya katakan tidak cukup menarik," ucap Suu Kyi kepada wartawan.
"Hal yang saya katakan memang tidak dimaksudkan untuk membuat orang-orang tertarik, melainkan dimaksudkan untuk akurat... tidak membuat orang-orang saling bermusuhan," imbuhnya dalam konferensi pers itu.
Pernyataan Suu Kyi ini mirip dengan penjelasan para pembelanya yang menyebut peraih Nobel Perdamaian itu sengaja berkata-kata dengan hati-hati demi menghindari untuk memprovokasi militer Myanmar yang masih sangat berpengaruh.
Myanmar baru mengakhiri kepemimpinan diktator militer selama lima dekade terakhir dan akhirnya menggelar pemilihan umum (pemilu) yang bebas tahun 2015. Partai Liga Nasional Demokrasi yang dipimpin Suu Kyi memenangkan pemilu demokratis pertama di Myanmar itu. AS sebagai sekutu Myanmar turut membuka jalan bagi Suu Kyi.Namun Suu Kyi dikecam banyak pihak, mulai dari organisasi HAM internasional hingga para tokoh dunia, terkait sikapnya terhadap krisis Rohingya. Suu Kyi dianggap bungkam karena tidak lantang bersuara membela Rohingya yang tertindas. Sikap ini disebut ironis jika dibandingkan dengan betapa kritisnya Suu Kyi semasa dia masih menjadi tahanan rumah di bawah pemerintahan junta militer Myanmar sebelumnya. (dtc)