Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
MedanBisnis - Harare. Militer Zimbabwe tengah mengambil alih kekuasaan di negara tersebut. Presiden Zimbabwe, Robert Mugabe, mengakui dirinya kini menjadi tahanan rumah.
Jajaran jenderal militer Zimbabwe membantah telah melakukan kudeta. Dalam pernyataannya, mereka menegaskan hanya mencari para penjahat yang merugikan perekonomian negara.
Mugabe yang kini berusia 93 tahun telah berkuasa di Zimbabwe sejak tahun 1980-an. Seperti dilansir AFP, Kamis (16/11), dalam percakapan telepon dengan Presiden Afrika Selatan Jacob Zuma, Mugabe menegaskan dirinya secara efektif menjadi tahanan rumah.
Ini merupakan kontak pertama Mugabe dengan dunia luar sejak militer Zimbabwe mengambil alih kekuasaan. Kepresidenan Afrika Selatan dalam pernyataannya menyebut, Mugabe mengakui aktivitas dirinya terbatas hanya di dalam rumahnya, namun dia mengakui dalam keadaan baik-baik saja.
Tidak diketahui pasti apakah langkah militer ini akan mengakhiri kepemimpinan Mugabe atas Zimbabwe. Disinyalir, tujuan utama dari jenderal militer yang mengambil alih kekuassan adalah mencegah istri Mugabe, Grace (52), menjadi penggantinya.
Sejumlah pendukung Mugabe dan istrinya dilaporkan berada dalam tahanan militer.
Kendaraan-kendaraan lapis baja milik militer Zimbabwe memblokade gedung parlemen. Para tentara berjaga di titik-titik strategis di wilayah ibu kota Harare. Tentara senior menguasai televisi nasional negara tersebut dan menayangkan pidato tengah malam.
"Presiden... dan keluarganya dalam kondisi aman dan keamanan mereka terjamin. Kami hanya menargetkan para penjahat di sekitarnya (Mugabe-red) yang melakukan kejahatan... Segera setelah kami menyelesaikan misi kami, kami harap situasi akan kembali normal," tegas Mayor Jenderal Sibusiso Moyo dalam pidatonya pada Selasa (14/11) malam waktu setempat.
Moyo menegaskan: "Ini bukan pengambilalihan pemerintahan oleh militer."
Pengumuman mengejutkan ini diikuti oleh suara tembakan di lokasi dekat kediaman pribadi Mugabe. Reaksi keras muncul dari berbagai belahan dunia. Afrika Selatan, Uni Eropa, PBB dan Inggris menyerukan semua pihak tetap tenang.
Presiden Afrika Selatan, Jacob Zuma, dengan kapasitasnya sebagai Ketua Komunitas Pembangunan Afrika Selatan, mengirimkan delegasi militer dan intelijen ke Zimbabwe untuk membantu mengatasi situasi di negara itu. (dtc)