Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
MedanBisnis - Jakarta. Duel antara Kevin Sanjaya Sukamuljo/Marcus Fernaldi Gideon dengan Mathias Boe/Casrten Mogensen di final China Terbuka berjalan terlalu biasa. Goyangan Kevin mengubah tensinya.
Service fault Mogensen memastikan kemenangan Kevin/Sanjaya atas ganda Denmark itu pada final di di Haixia Olympic Sports Center, Minggu (19/11/2017). Minions menutup laga dengan skor 21-19, 21-11 dalam tempo 40 menit.
Kevin/Marcus pun menjadi juara China Terbuka 2017. Sukses itu sekaligus membuat mereka berhasil mempertahankan gelar juara. Gelar itu juga menjadikan Kevin/Marcus meraih titel kelima super series dan super series premier 2017, separuh jumlah yang dikoleksi Indonesia (sepuluh gelar).
"Saya masih belum bisa percaya tahun ini bisa sampai ke final super series sampai tujuh kali. Rasanya sangat senang. Saya sampai tidak bisa berkata apa-apa," kata Kevin seperti dikutip Badminton Indonesia.
Namun, laga final yang menjadi final ideal, dengan Kevin/Marcus sebagai unggulan pertama dan Boe/Mogensen menjadi unggulan kedua, justru bergulir kurang greget. Sepanjang laga itu, boleh dibilang, Kevin/Marcus memperoleh angka dengan mudah. Tidak ada perang psikologis seperti enam pertemuan mereka sebelumnya.
Kevin bermain cukup 'sopan' dan kalem. Pebulutangkis asal Banyuwangi itu sama sekali tak mengeluarkan trik servis, yang oleh beberapa lawan--Gov V. Shem saat masih berpartner dengan Tan Wee Kiong--dinilai sebagai servis illegal. Kevin juga tak mencoba memancing emosi ganda Denmark itu dengan minta ganti shuttlecock saat lawan sedang memimpin pertandingan. Dia juga tak menunjukkan tembakan yang mengarah ke badan Boe atau Mogensen secara langsung.
Kevin tak bertindak sebagai provokator kali ini. Boe sih masih tetap dengan kebiasaannya, berlama-lama saat melakukan servis.
Makanya, tak sedikit yang memberikan penilaian; final ideal itu kurang greget. Apalagi pada gim kedua. Kevin/Marcus berhasil meraih tujuh poin beruntun di akhir gim tersebut.
Kevin/Marcus tak terbendung sejak unggul 14-10. Mereka mampu mengambil tujuh poin beruntun hingga kedudukan 20-10.
Boe/Mogensen memperpanjang napas dengan berhasil mencuri satu poin setelah Kevin gagal mengembalikan bola. Servis diambil Mogensen. Dia membuat servis flick dan dinyatakan fault oleh umpire yang memimpin pertandingan dari China, Hou Long Hu.
Poin terakhir akan lebih menggigit jika dihasilkan dari smes yang menghunjam dan membuat lawan tak berkutik, bukan? Kali ini bukan.
Namun, pertunjukan yang kurang greget itu belum usai. Justru, pasangan Kevin/Marcus membuat panas laga itu lewat, sebut saja, post credit scene, dengan membuat goyangan provokatif.
Kevin mengangat kedua tangan. Tangan kanannya masih menggenggam raket. Secara bersamaan pinggulnya bergoyang. Tak mengarah kepada penonton. Goyangan itu 'menantang' sisi lapangan Boe/Mogensen.
Goyangan itu tampak biasa saja sebagai sebuah perayaan juara. Seorang atlet boleh-boleh saja membuat perayaan dengan berlari, melompat, atau memeluk pelatihnya. Asalkan, tidak mengandung pesan diskriminasi, politik, atau titipan sponsor tertentu.
Sah!
Lagipula, goyangan itu dilakukan aftermatch, setelah pertandingan benar-benar usai dan sudah keluar siapa pemenangnya.
Wasit juga tak memberikan peringatan. Juga tak ada kartu yang dilayangkan.
Kevin. Marcus, Boe, dan Mogensen kemudian bersiap-siap melaksanakan upacara pemberian hadiah sebagai juara dan runner-up. Semua tampak biasa saja dan normal saja.
Tapi, imbas goyangan Kevin menjadi gaduh di luar stadion. Goyangan itu menjadi perbincangan hangat.
Goyangan itu dikaitkan dengan insiden di Jakarta Convention Center, pada Juni tahun ini. Mereka yang masih mengingatnya bakal menganggap goyangan Kevin itu dengan sejuta makna. Bisa jadi hanya Kevin yang benar-benar memahaminya.
Kira-kira alasan apa yang membuat Kevin merayakan kemenangan itu dengan goyangan tersebut?
Bisa jadi, Kevin ingin membalaskan 'dendam' Fajar Alfian/Muhammad Rian Ardianto di semifinal JCC itu. Fajar/Rian dikalahkan Boe/Mogensen.
Ulah Boe usai laga itu membetot perhatian. Boe menunjukkan goyangan yang serupa aksi Kevin usai menunjukkan gestur seolah meminta agar penonton di Istora diam. Penonton, yang mayoritas fans bulutangkis Indonesia, tak terima. Kejadian di dalam stadion itu bahkan melebar hingga ke media sosial.
Bisa jadi, Kevin ingin menunjukkan kepada pasangan Denmark itu kalau rivalitas mereka belum tuntas. Sebab, dari tujuh duel yang sudah dilakoni, Kevin/Marcus masih kalah 3-4.
Bisa jadi pula, Kevin ingin membuktikan bahwa hanya ganda putra Indonesia yang sanggup menyamai koleksi gelar juara ganda putra milik China di China Open oitu dengan sama-sama memiliki delapan titel. Bahkan, ganda putra China tak pernah lagi menjadi jawara sejak 2001 alias 16 tahun lampau.
Bisa jadi pula, Kevin 'hanya' ingin bilang mereka adalah juara bertahan yang tak layak dikalahkan di kandang macan. Oleh unggulan kedua sekalipun.
Atau bisa jadi itu jawaban Kevin agar Boe tak perlu mengumbar resep mengalahkan dia dan Marcus kepada publik. Toh, Boe dan Mogensen pun kini kalah. Menarik untuk menanti aksi duel-duel mereka di turnamen berikutnya. (dtc)