Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
MedanBisnis - Jakarta. Wakil Ketua Dewan Kehormatan Golkar Akbar Tandjung mengkritisi belum digantinya Setya Novanto dari posisi ketua DPR meski sudah ditahan KPK karena menjadi tersangka dugaan korupsi e-KTP. Dia menyebut anggota Fraksi Golkar di DPR yang menjadi pimpinan Komisi berpeluang menggantikan Novanto.
"Kita serahkan pada mekanisme yang ada aja. Kita lihat siapa yang paling tepat dengan yang sudah ada pengalaman panjang, atau sudah menjadi pimpinan komisi. Mungkin juga dari panitia-panitia (khusus), pansus," ujar Akbar.
Hal tersebut dia sampaikan usai menghadiri Diskusi di kantor CSIS, Jl Tanah Abang III, Jakarta Pusat, Kamis (23/11/2017). Dari nama-nama anggota fraksi Golkar yang pernah atau saat ini menjadi pimpinan alat kelengkapan dewan, Akbar menyebut lalu dipilih yang paling mumpuni.
"Itu kan juga bisa tinggal kita list aja beberapa nama yang mereka-mereka duduki sebagai anggota DPR, itu kan sudah menjadi tolok ukur," ujar mantan Ketua DPR tersebut.
DPP Golkar juga menyepakati status Novanto sebagai Ketua DPR baru akan dibahas setelah keluarnya putusan praperadilan. Akbar mengkritisi keputusan itu apalagi tidak ada tanda-tanda Novanto mau sukarela mengundurkan diri.
"Kelihatannya tidak ada tanda-tanda seperti itu, terutama perilaku yang disampaikan pengacaranya dia bilang masih ada peluang, masih ada keterbukaan, mentang-mentang praperadilan belum lolos," sebutnya.
"Mungkin ini diharapkan juga akan menang, jadi jangan kita terpengaruh. Ini tidak hanya perspektif hukum saja, ini kan perspektif moral dan etika dan berbagai orang lain yang jadi perhatian," tambah Akbar.
Sementera itu menurut senior Partai Golkar lainnya, Sarwono Kusumaatmadja, alangkah aneh sikap Novanto yang tak mau mengundurkan diri sebagai ketua DPR. Padahal dengan posisi di Rutan KPK, ketum Golkar itu disebutnya sudah tidak lagi memiliki fungsi dari segi kinerja.
"Itu kan namanya aneh, jadi kalau orang punya soal membuat dirinya tidak bisa berfungsi secara baik ya sudah apapun alasanya di musti mundurkan," tutur Sarwono di lokasi yang sama.
Dia tidak setuju bila MKD merujuk anggota DPR baru bisa diproses setelah inkrah dalam perkara hukumnya. Sebab menurut Sarwono, masalah Novanto tersebut sudah mencederai marwah DPR.
"Ini soal etik, bukan soal salah atau nggaknya. Nggak usah soal bener apa nggaknya deh, soal asas kepantasan aja deh dalam menentukan sikap," tegas mantan Sekjen Partai Golkar itu.
Kemudian Korbid Pemenangan Pemilu Indonesia I Golkar Nusron Wahid mengapresiasi dukungan para sesepuh partai berlambang pohon beringin itu untuk meminta Novanto diganti. Bukan hanya dari kursi ketua DPR, tapi juga sebagai ketum Golkar.
Nusron pun menyoroti soal surat yang dibuat Novanto dari balik jeruji. Dalam suratnya, Novanto meminta agar tidak dipecat dari posisi ketua DPR dan ketum Golkar.
DPP Golkar menyebut surat Novanto tidak akan mengintervensi putusan rapat pleno beberapa hari lalu. Pleno memutuskan menunggu keputusan gugatan praperadilan Novanto sebelum memutuskan nasibnya di dua posisi tersebut.
"Tidak ada intervensi-intervensian, memang nyatanya masih banyak yang dukung ada pengikut dia yang masih banyak. Pengikut dia masih ada di dalem," sebut Nusron.
Menurut dia, perlu ada yang menyadarkan loyalis-loyalis Novanto agar tidak lagi membela tersangka kasus korupsi e-KTP itu. Dia juga berharap agar DPD yang menginginkan adanya munaslub untuk mencari ketum baru bisa makin bertambah.
"Tugas kita lah menjelaskan mereka supaya sadar sesadar-sadarnya bahwa kamu ini politisi bergerak untuk siapa, atas nama siapa? untuk rakyat, bukan siapa-siapa," tukasnya.
"Lihat saja perkembangannya, nanti pasti akan banyak berubah kalau nggak ditinggal rakyat," sambung Nusron.
Pergantian posisi di alat kelengkapan dewan (AKD) jadi hak dari fraksi asal orang tersebut. Itu merupakan aturan yang ada di UU MD3. Sehingga bila Novanto hendak diganti, maka penggantinya juga harus sama-sama dari fraksi Golkar.
Ada pun anggota fraksi Golkar yang saat ini menjadi pimpinan AKD adalah sebagai berikut:
1. Meutya Hafid (Wakil Ketua Komisi I)
2. Zainudin Amali (Ketua Komisi II)
3. Bambang Soesatyo atau Bamsoet (Ketua Komisi III)
4. Roem Kono (Wakil Ketua Komisi IV)
5. Muhidin Mohamad Said (Wakil Ketua Komisi V)
6. Gde Sumarjaya Linggih (Wakil Ketua Komisi VI)
7. Satya Widya Yudha (Wakil Ketua Komisi VII)
8. Deding Ishak (Wakil Ketua Komisi VIII)
9. Syamsul Bachri (Wakil Ketua Komisi IX)
10. Ferdiansyah (Wakil Ketua Komisi X)
11. Melchias Marcus Mekeng (Ketua Komisi XI)
Komisi XI
12. Azis Syamsuddin (Ketua Banggar)
13. Firman Soebagyo (Wakil Ketua Baleg)
14. Adies Kadir (Wakil Ketua MKD)
15. Anthon Sihombing (Ketua BURT)
16. Agun Gunandjar (Ketua Pansus Hak Angket KPK) (dtc)