Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
MedanBisnis - Singapura. Pemerintah Singapura menyerukan warganya untuk menunda rencana perjalanan ke Bali, seiring peringatan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) bahwa Gunung Agung berpotensi mengalami letusan besar.
Seruan itu disampaikan dalam travel advisory yang dikeluarkan Kementerian Luar Negeri Singapura (MFA) hari ini seperti dilansir Channel News Asia, Selasa (28/11/2017).
MFA juga mengimbau warga Singapura yang kini berada di Bali agar mengecek gangguan penerbangan mereka pada agen-agen perjalanan dan menunggu hingga Bandara Internasional Ngurah Rai di Bali dibuka kembali, sebelum melakukan perjalanan dari Bali.
"Anda juga diimbau untuk mengambil semua langkah pencegahan yang diperlukan untuk keselamatan pribadi Anda, memonitor berita-berita lokal dengan seksama dan mematuhi instruksi otoritas lokal. Belilah asuransi medis dan perjalanan yang komprehensif dan kenalilah syarat-syarat dan cakupannya," demikian disampaikan MFA.
Disebutkan MFA, warga Singapura yang terlantar di Bali akan terus mendapatkan bantuan konsuler dan harus mendaftar online dengan MFA. Mereka juga didorong untuk terus menghubungi keluarga dan para sahabat di negara asal. Para petugas MFA saat ini dikerahkan di Bandara Internasional Ngurah Rai untuk memberikan bantuan.
Gunung Agung, terakhir kali meletus dahsyat pada 1963. Sejak Sabtu (25/11) lalu tingkat erupsinya meningkat dari fase freatik ke magmatik, ketika sinar api di puncak mulai terlihat.
Kepulan abu yang terus menerus, kadang disertai erupsi eksplosif, suara dentuman yang terdengar sampai jarak 12 kilometer dari puncak, dan sinar api yang semakin sering teramati di malam berikutnya menjadi penanda potensi letusan lebih besar akan segera terjadi.
Bandara Internasional Ngurah Rai di Bali ditutup pada Senin pagi (27/11) tepatnya pukul 7.15 WITA sampai 24 jam ke depan. Penutupan ini dikarenakan debu vulkanik Gunung Agung yang mengganggu keselamatan penerbangan. Pihak bandara akan mengevaluasi kebijakan itu setiap 6 jam. (dtc)