Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
MedanBisnis - Tokyo. Jepang dan sejumah negara tujuan wisata di Asia maupun Eropa mulai menyadari pentingnya atribut halal. Kondisi ini menjadi peluang sekaligus tantangan tersendiri bagi Indonesia untuk dapat mengisinya secara optimal. Sebab faktanya, meskipun Indonesia merupakan negara muslim terbesar di dunia, tapi Malaysia justru yang lebih dikenal.
"Soal makanan halal ini merupakan sesuatu yang tengah trendi. Bagi saya rumusan makanan halal itu simpel saja, sehat. Halal yang menyehatkan ini menjadi nilai tambah tersendiri bagi ekspor makanan kita sehingga perlu disebarluaskan di Jepang," papar Menteri Perdagangan, Enggartiasto Lukita, saat berdialog dengan diaspora Indonesia di Jepang pekan lalu.
Acara dialog yang dipandu Duta Besar RI untuk Jepang, Arifin Tasrif, itu berlangsung di Sekolah Republik Indonesia Tokyo (SRIT). Turut hadir dalam acara itu Utusan Khusus Presiden Bidang Investasi Jepang Rachmat Gobel, dan Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional Arlinda.
Hanya saja, Enggartiasto yang juga politisi Partai Nasdem itu mengakui, sejauh ini proses untuk mendapatkan sertifikat halal masih dirasakan terlalu lama dan berbelit. "Saya sudah berbicara dengan MUI (Majelis Ulama Indonesia) untuk lebih menyederhanakan," ujarnya.
Selain sertifikat halal, yang perlu diperhatikan agar setiap produk Indonesia khususnya dari para pengusaha UKM dapat bersaing dengan produk negara lain adalah terpenuhinya standar tertentu. Hal ini melibatkan Badan Standarisasi Nasional untuk mendaptkan SNI dan sertifikat dari BPOM untuk produk makanan bisa disebut higienis dan tidak mengandung bahan-bahan berbahaya bagi kesehatan.
"Itu memang lama prosesnya karena harus ekstra hati-hati menguji dan mengawasinya. Cuma saya paham juga kalau teman-teman dari kalangan pengusaha inginnya serba cepat," kata Enggartiasto.
Soal produk halal ini sempat mengemuka pula dalam pertemuan 21 pengusaha Indonesia dengan jajaran direksi AEON, jaringan mal terbesar di Asia dengan total aset Rp 900 triliun, di hari berikutnya. Pihak AEON memberikan jawaban yang cukup mengejutkan, bahwa jaringan mal mereka memang sudah ikut menjual dan memasarkan produk halal. Tapi semua itu diimpor dari Malaysia, bukan Indonesia yang notabene negara muslim terbesar di dunia.
"Ironis ya, tapi ini lah tantangan yang perlu disadari lalu kita bangkit bersama untuk memperbaiki dan mengejar ketertinggalan kita," kata Arlinda yang memimpin rombongan pengusaha ke AEON.(dtf)