Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Medan. Seniman teater di Sumatera Utara akan menggelar Malam Renungan Teater (MRT) pada 29-31 Desember di Taman Budaya Sumatera Utara, Jalan Perintis Kemerdekaan, Medan.
Kegiatan ini sebagai cara melawan lupa dan bertujuan untuk membangun ruang komunikasi antar kelompok/pelaku teater di Sumatera Utara dan melahirkan kembali Forum Komunikasi Teater.
Ketua MRT 2017 yang juga pimpinan di Teater Rumah Mata, Agus Susilo kepada medanbisnisdaily.com, Senin (4/12/2017) di Medan mengatakan, kegiatan ini akan digelar di Taman Budaya Sumatera Utara. Berbagai kegiatan akan digelar di sini mulai dari diskusi teater, workshop teater, pameran arsip dan dokumentasi teater di Sumut, pertunjukan teater, launching pencetakan buku MRT Sumut, musyawarah pimpinan kelompok, malam renungan teater, kemah teater dan banyak lagi.
Dimulai sejak pagi hingga malam, lanjut Agus, kegiatan ini dimaksudkan untuk menjalin komunikasi kreatif untuk menumbuh kembangkan budaya proses, literasi teater dan pertunjukan serta festival
teater di Sumut. "Kita melihat sebagai cara untuk melawan lupa, bagaimana teater turut berkontribusi dalam pergerakan zaman," katanya.
Selain itu, kegiatan ini jiga untuk memunculkan ruang bersama menyusun langkah yang strategis dan sistemik dalam mengembangkan teater Sumut di tengah pusaran arus informasi dan teknologi serta membangun ruang bersama antara teater dengan penonton.
"Di sini kita berupaya untuk memberikan edukasi teater ke generasi muda Sumut yang multietnik dan memberikan pemahaman tentang potensi ekonomi kreatif dalam kerja-kerja produksi teater," katanya.
Dalam sejarahnya, kata dia, tumbuh dan berkembang di Sumatera Utara sebelum masa kemerdekaan RI. Ditandai dengan beberapa teater Makyong, Tembut-tembut, Hoda-hoda, Mangkudai-kudai, dll. Tahun 1933, teater modern telah muncul di Sumut. Hingga 1940-an, ada 8 kelompok teater besad di masa itu hingga tak heran Medan ramai dikunjungi rombongan Opera Stambul dari Malaysia.
Di masa pendudukan Jepang, kelompok-kelompok teater di Sumut beradaptasi dengan keinginan Jepang agar tetap bertahan dengan mengubah nama kelompok mereka menjadi berbau Jepang. Tokoh-tokoh di era ini ada Miss Dja, Piedro, Anjas Asmara, Bachtiar Effendy, M. Saleh Umar (Surapati) dll.
Dia menjelaskan, di awal kemerdekaan, pertumbuhan teater di Sumut sangat pesar. Kelompok teater lahir bagai jamur di seluruh Kabupaten/kota. Tak hanya di Medan. Teater bukan hanya sebagai media pertunjukan seni,namun sebagai arena menyampaikan pesan-pesan perjuangan. Bahkan sebelum agresi Belanda I atas inisiatif Bachtiar Siagian dan Derita Sp diadakanlah Konferensi Sandiwara se Sumatera Timur di Tebing Tinggi dihadiri 30 kelompok.
Topik konferensi ini adalah peran sandiwara dalam mempertahankan kemerdekaan. Di masa ini teater banyak digerakkan oleh orang-orang yang bekerja di dunia jurnalistik. Festifal Drama ke I diadakan pada Januari-Februari 1957 di Gedung Kesenian Jl. Veteran 2 Medan dengan ratusan peserta group teater dari seluruh kabupaten/kota di Sumut. Setelah ini, Kota Medan selalu ramau dengan kegiatan pementasan drama.
Di era ini pula kemudian banyak lahir tokoh teater dan penulis naskah. Melihat perkembangan teater yang sangat pear, Kantor Pembinaan Kesenian Perwakilan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan melangsungkan Pekan Diskusi Teater I se Sumatera Utara pada 18 - 30 September 1971 di Gedung Kesenian Jl. Veteran Medan. Di perhelatan ini ditampilkan juga pertunjukan 5 kelompok teater yang dipandang kuat di era itu ; Teater Nasional (Tena), Himpunan Seni Budaya Islam (HSBI), Teater PWI, Actor Studio, dan Teater Badan Koordinasi Pekerja
Budaya (BKPB) Langkat.
TVRI medan yang mulai beroperasi pada 1970 memberi warna tersendiri bagi perkembangan teater di Sumut. Kelompok-kelompok teater sering mementaskan karya-karya mereka di studio TVRI. Maka pada tahun 1972 Kepala TVRI Medan berinisiatif mengadakan Festival Seni Drama
Sumatera Utara II. Di tahun 1970-an, berdasarian inventarisasi Bidang Kesenuan Kanwil Depdikbud Sumatera Utara, ada sekitar 38 kelompok teater yang intens berkreatifitas dalam menghasilkan karya. Belum lagi lahirnya puluhan kelompok teater baru. Pada masa itu tercatat pula ada 25 penulis naskah drama yang aktiv berkarya dan masih banyak lagi seniman yang tidak terrekam dalam catatan.
"Banyak tokoh teater yang lahir di tahun 1930 - 1970 ini, sebut saja Arif (King) Husin
Siregar, Ani Idrus, Usman Siregar, Muhammad TWH, Amarullah O. Lubis, Delisma Siregar, Rustam Effensi, Abdul Aziz Harahap, Tim Anwar, Sitor Situmorang, Nuriah D. Sori Siregar, Rusly Mahadi, Burhan Piliang, Mazward Azham, Iskak S, Toguan Harjo, Johan A. Nasution dan
masih banyak lagi," ungkapnya.
Pada 1 Januari 1982 berdiri Badan Musyawarah Teater Sumut di bawah pimpinan Zulkifli Chan sebagai wadah merkoordinir seluruh teater di Sumut. Pada 1 Januari 1989 BMKT Sumut berubah menjadi Forum Komunikasi Teater Sumatera Utara diketuai Syaiful Anwar.
Tahun 1991, FKTSU diketuai Amirudin AR dan intens melakukan berbagai kegiatan seperti Dapur Teater, Malam Renungan Teater, Wisata Karya Teater Sumatera Utara, Penerbitan Buletin Teater, dan lain sebagainya. Di era 1990-an ini tercatat ada 108 kelompok teater di Sumut.