Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
MedanBisnis - Sleman. Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) memasang tiga papan peringatan larangan perubahan fungsi ruang di kawasan lindung geologi di wilayah yang masuk Kawasan Rawan Bencana (KRB) Gunung Merapi.
"Dalam UU 26/2007, apabila ada indikasi pelanggaran di kawasan lindung geologi, kita beri sanksi administrasi dan pidana. Ini baru administrasi duly, early warning system agar masyarakat dan pemda tahu ada regulasi kawasan lindung dan pemanfaatan ruang," kata Direktur Penertiban Pemanfaatan Ruang Kementerian ATR/BPN, Suryawan, di sela-sela pemasangan papan peringatan di KRB Merapi, Selasa (5/12/2017).
Diakuinya, saat ini pihaknya juga memberi pembinaan kepada Pemkab Sleman dan mengevaluasi kondisi di lapangan. Karena menurutnya, aturan kawasan lindung geologi sudah diatur dengan jelas oleh berbagai regulasi.
"Nanti kita evaluasi, apa kendala pemerintah daerah dalam penegakan aturan di lapangan," jelasnya.
Dalam papan peringatan itu tertera larangan mengubah peruntukan ruang di kawasan lindung geologi, dengan mencantumkan pasal-pasal UU dan Perda berikut sanksinya. Serta ancaman pidana bagi pihak yang merusak papan peringatan yang diatur dalam Pasal 219 KUHP.
Papan peringatan pertama di pasang di titik depan kompleks Pondok Pesantren Bidayatussalikin di Desa Tritis, Purwobinangun, Pakem. Lalu titik kedua di kompleks Griya Persada Hotel, Desa Hargobinangun, Pakem. Dan titik ketiga di kompleks objek wisata The Lost World Castle, Desa Kepuharjo, Cangkringan.
Kementerian ATR/BPN tak menampik tidak sedikit bangunan baru berdiri di KRB Gunung Merapi. "Kita lihat tingkat kasusnya seperti apa. Apakah pemda bisa menangani, kalau tidak bisa minta bantuan pemprov. Kalau masih ada kendala, kita turun," imbuhnya.
Kepala Dinas Pertanahan dan Tata Ruang DIY, Krido Suprayitno, mengatakan KRB di Gunung Merapi, terdiri dari KRB 1, 2, dan 3. Khusus KRB 3, ada regulasi pengendalian pemanfaatan ruang. Aktivitas yang diperbolehkan adalah kegiatan mendukung kawasan lindung, bukan untuk permukiman. "Aktivitas selain menunjang kawasan lindung, itu dilarang," tandasnya.
Terkait adanya bangunan permanen, diakuinya jika bangunan didirikan sebelum erupsi Gunung Merapi tahun 2010 maka penduduk yang bermukim di KRB 3 telah direlokasi dari hunian lama ke hunian tetap (huntap) yang difasilitasi pemerintah di beberapa lokasi."Jika ada bangunan baru, ada aturan apakah untuk permukiman atau aktivitas penunjang kawasan lindung. Ada alat ukur pengujian lahan, pengajuan izin, itu kewenangan pemerintah kabupaten. Kalau provinsi kita sifatnya pengawasan dan pengendalian," jelasnya. (dtc)