Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
MedanBisnis - Jakarta. Issa Jaber, seorang keturunan Yahudi beragama Islam, tak mendukung kebijakan Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel. Wali Kota Abu Gosh, Yerusalem, itu menyebut kebijakan Trump bisa mengganggu stabilitas keamanan.
Setelah Trump mengumumkan kebijakan AS pada Kamis dini hari tadi, muncul reaksi keras dari warga Palestina. Jumat besok, warga di Jalur Gaza dan Tepi Barat akan menggelar unjuk rasa besar-besaran. Hal inilah yang membuat dia resah dan tak setuju dengan kebijakan Trump tersebut. "Tentu saya tidak setuju. Kebijakan Trump bisa mengganggu stabilitas di sini," kata Issa saat dihubungi detikcom, Kamis (7/12/2017).
Di Yerusalem, kata Issa, ada tiga tempat suci tiga agama, yakni Yahudi, Kristen, dan Islam. Kalaupun Yerusalem akan ditetapkan sebagai ibu kota Israel, harus ada kesepakatan di antara dua negara, yakni Israel dengan Palestina. "Itu harus melalui rekonsiliasi," kata dia.
Anggota parlemen Israel (Knesset) dari Parta Balad, Jamal Zahalka, bahkan sejak awal menyatakan ketidaksetejuannya terhadap kebijakan Trump tersebut. Pengakuan AS atas Yerusalem sebagai ibu kota Israel itu akan memicu demonstrasi besar-besaran.
Dia sebenarnya berharap ada pejabat AS yang menasihati agar Trump membatalkan rencana mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel. "Ini buruk bagi semua orang. Tidak ada yang mendapatkan keuntungan dari kebijakan itu kecuali beberapa orang gila di Israel," kata Jamal seperti dikutip dari Jpost.com.
Warga Yahudi keturunan India di Israel, Roley Horowitz, mengaku sepakat dan mendukung kebijakan Trump tersebut. Namun dia mempertanyakan motif di balik pengakuan Trump ini.
Sebenarnya, kata Roley, Kongres AS sudah mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel. Namun kebijakan itu selalu ditunda pelaksanaannya oleh presiden yang berkuasa. Barulah pada masa Trump ini kebijakan itu dilaksanakan.
Menurut Roley, saat ini Presiden Trump tengah mengalami masalah internal di negaranya. Hal ini membuat Trump harus mengambil kebijakan untuk mendapatkan dukungan komunitas Yahudi di AS.
"Trump baru saja melakukan apa yang telah diputuskan oleh Senat AS. Mengapa dia melakukannya sekarang? Saya pikir mungkin ada negosiasi yang terjadi di balik layar," kata Roley.
Presiden Joko Widodo dan pemimpin sejumlah negara, seperti Presiden Iran dan Perdana Menteri Malaysia, mengecam keras Amerika Serikat yang mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel. (dtc)