Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
MedanBisnis - Jakarta. Direktorat Jenderal Anggaran (DJA) Kementerian Keuangan meramalkan asumsi dasar makro ekonomi yang tercatat dalam APBN 2018 akan mengalami perubahan, terutama pada suku bunga SPBN 3 bulan dan harganya minyak dunia (ICP).
Hal itu diungkapkan oleh Direktur Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Ditjen Anggaran, Kunta Wibawa Dasa Nugraha di Jeep Station Indonesia, Bogor, Rabu (13/12).
"Kita memang sudah mulai melihat outlook-nya, kita bicara SPN efeknya ke bunga utang di sisi belanja, harapan kita itu SPN-nya lebih rendah kemarin kan 5,2% harapannya bisa lebih rendah dari 5,2% dengan inflasi yang rendah," kata Kunta.
Asumsi dasar ekonomi pada APBN 2018 untuk pertumbuhan ekonomi sebesar 5,4%, tingkat inflasi sebesar 3,5%, nilai tukar rupiah (kurs) sebesar Rp 13.400 per US$, suku bunga SPN 3 bulan sebesar 5,2%, harga minyak mentah atau ICP US$ 48 per barel, sedangkan lifting minyak 800 ribu barel per hari (bph) dan lifting gas sebesar 1,2 juta bph setara minyak.
Kunta menyatakan, dari sisi ICP bisa dilihat dari dua sisi yang pertama pendapatan akan mengalami peningkatan jika harganya naik, di sisi lain bisa meningkatkan anggaran subsidi, khususnya di elpiji dan listrik.
"Kalau dari ICP ini ada dua sisi dari pendapatan pasti akan naik, baik dari PPh migas maupun PNBP, dan biasanya kalau ICP naik harga komoditi lain juga naik, seperti batubara, jadi dampaknya itu ke penerimaan PNBP, tapi di sisi lain subsidinya juga akan naik, terutama solar kan sudah fix, dan yang naik biasnya subsidi elpiji dan subsidi listrik," jelas dia.
"Tapi selama ini kalau melihat sensitifitasnya itu masih positif, maksudnya kenaikan penerimaan PNBP masih tinggi dibanding kenaikan subsidi. Jadi diharapkannya seperti itu," tukas dia.
Kunta mengungkapkan, realisasi APBN sampai dengan Oktober tahun ini, untuk pertumbuhan ekonomi sebesar 5,03%, inflasi 3,7%, nilai tukar Rp 13.331 per US$, suku bunga SPN 3 bulan 5,0%, harga minyak US$ 48,9 per barel, lifting minyak sebesar 796,8 ribu bph, dan lifting gas sebesar 1,12 juta bph setara minyak. (dtf)