Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Onan (on dan an/ini dan itu) atau pasar tradisional bagi masyarakat Batak Toba bukan sekadar tempat transaksi jual beli. Onan memiliki sejumlah fungsi. Antara lain sebagai tempat penyelesaian sejumlah masalah yang terjadi di masyarakat.
Onan juga dimanfaatkan sebagai sarana sosialisasi tentang sesuatu hal. Karenanya, masyarakat Batak Toba di masa lalu mengenal istilah onan na marpatik. Yaitu pasar tradisional yang sarat dengan nilai-nilai, termasuk menyangkut persoalan hukum.
Di masa lalu setiap kali ada persoalan di dalam masyarakat, kedua belah pihak akan pergi ke onan untuk meminta masukan dan perhatian khalayak ramai. Di situ masyarakat akan memberikan saran, masukan bahkan hukuman kepada yang bersalah.
Karenanya, para tokoh-tokoh adat kerap mendatangi onan bukan untuk bertransaksi, tetapi untuk melihat situasi di dalam masyarakat. Boleh dibilang onan adalah ruang pengadilan di masa lalu.
"Biasanya tidak ada yang berani berbohong atau menyatakan pernyataan palsu bila dibawa ke onan. Masyarakat meyakini selain sanksi sosial, seseorang yang berbohong itu akan mendapat hukuman dari alam," kata aktvitis dari Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Abdon Nababan, kepada medanbisnisdaily.com, Selasa (19/12).
“Onan atau pasar sangat penting dalam kehidupan masyarakat adat di Tano Batak. Bukan hanya untuk pertukaran dan jual beli beragam kebutuhan sehari-hari, tapi juga merawat kebersamaan dan menyelesaikan berbagai masalah di tengah masyarakat adat,” sebut peraih Ramon Magsaysay Award 2017 ini lagi.
Menurut Abdon, fungsi sosial budaya dan juga hukum pasar ini sudah lama tidak terawat dan menghilang.
"Saatnya kita membangkitkan kembali fungsi sosial pasar tradisional ini sebagai media transformasi sosial di Tano Batak. Pasar tradisional harus kita tata baik ruang dan fasilitasnya, sehingga bukan hanya nyaman untuk penjual dan pembeli tapi juga untuk beragam aktifitas sosial budaya yang bisa merawat kebersamaan di tengah masyarakat, bertukar inspirasi dan aspirasi dan menstimulasi kerjasama antar pelaku pasar, produsen, pedagang dan pembeli,” terang Abdon.
Hal sama juga dijelaskan pegiat budaya Batak Toba, Jhon Fawer Siahaan. Alumnus sejarah Universitas Negeri Medan ini menjelaskan, dahulu Sisingamangaraja I-XII, dan para parbaringin rajin mendatangi onan untuk melihat keadaan masyarakat. Mereka juga kerap dimintai pendapat oleh orang-orang yang tengah bertikai.
“Seandainya fungsi ini bisa direvitalisasi di onan-onan yang ada di Tano Batak, tentu akan sangat menarik. Fungsi kontrol masyarakat tetap jalan dan orang-orang bisa hidup sesuai dengan batas-batasnya,” jelas Direktur Institut Sumatera ini.