Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Kualitas layanan yang terdapat pada fasilitas kesehatan (Faskes), baik di tingkat primer maupun lanjutan di Kota Medan dinilai masih belum ramah terhadap penderita disabilitas. Sesuai laporan pemantauan pelayanan publik pada sektor kesehatan di Kota Medan oleh Lembaga Studi dan Advokasi Kebijakan (Elsaka), tercatat grafik layanan bagi pasien disabilitas menempati posisi paling rendah di antara kualitas layanan kesehatan lainnya yang tersedia.
"Grafiknya hanya 5,04. Sementara BPJS Kesehatan centre 7,35, penanganan akhir pasien rawat inap 7,32, kualitas layanan pasien rawat inap 7,18, layanan administrasi rawat inap 7,27, layanan administrasi rawat jalan 7,21 dan informasi tentang faskes 7,27," ungkap Program Manajerial Elsaka Yhonatan, dalam Diskusi Pelayanan Publik Sektor Kesehatan di Medan, Jumat (22/12/2017).
Namun lanjut Yhonatan, secara umum kualitas layanan kesehatan di Medan oleh informasi dari masyarakat saat ini sudah cukup baik. Begitupun dari pemantauan yang dijalani Elsaka sejak 2010, yakni di saat era JPKMS hingga terintegrasi ke BPJS, menurut dia sudah banyak terjadi perubahan di tingkat pelayanan maupun penganggaran kesehatan. Hanya saja lanjut dia, untuk disabilitas memang masih sangat memprihatinkan.
"Sangat rendah. Skornya untuk sarana prasarana hanya 4,5 dan pelayanan 5,5. Karena di Jakarta sendiri pemerintah pun memang tidak peka terhadap penderita disabilitas, bukan hanya disektor kesehatan saja. Tapi masalahnya di Faskes itu merupakan tempatnya orang sakit, sehingga harusnya fasilitasnya perlu disediakan," jelasnya.
Untuk jalannya pemantauan tersebut, diakui Yhonatan, Elsaka telah melakukannya sejak bulan Maret hingga September 2017 lalu. Hal itu berlangsung terhadap 19 Faskes yang ada di Kota Medan baik rumah sakit dan Puskesmas yang tersebar di 10 kecamatan.
"Harapannya pemerintah terbuka terhadap masyarakat dengan mengadopsi audit sosial. Sebab pada ujungnya pelayanan publik akan digunakan oleh pengguna (masyarakat). Jadi jika tanpa melibatkan pengguna maka pelayanan publik tentu tidak akan tepat sasaran," tandasnya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Elsaka Bekmi Darusman Silalahi mengatakan pemantauan ini dilakukan untuk mendorong pemerintah agar dapat memperhatikan kualitas kesehatan masyarakat. Meski sambung dia, harus di dorong secara perlahan, agar tercipta prinsip pelayanan berkeadilan baik pasien pengguna BPJS maupun bukan.
"Untuk itu, pemerintah sebagai pemangku kebijakan harus lebih berani memperhatikan warganya. Tentunya yang menjadi prioritas adalah puskesmas," tegasnya.
Wakil Ketua Komisi D DPRD Medan, Maruli Tua Tarigan yang juga menjadi salah satu narasumber dalam diskusi publik itu mengku, ketika dirinya masih menjadi Ketua Komisi B diketahui banyak warga mampu yang justru mendapat fasilitas kesehatan gratis (Penerima Bantuan Iuran) dari pemerintah.
Padahal, sebut dia masyarakat tidak mampu yang tidak mendapatkan BPJS gratis itu ada sebanyak 800.000 orang, sedangkan data milik Dinkes yang mendapatkannya hanya 80.000 orang.
"Jadi berarti ada masyarakat yang tidak perlu malah mendapatkan BPJS gratis. Saya sangat miris melihat ini. Padahal kesehatan sangat urgen dibutuhkan masyarakat," pungkasnya.