Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
MedanBisnis - Guatemala City. Keputusan Guatemala mengikuti langkah Amerika Serikat (AS) memindahkan Kedutaan Besar dari Tel Aviv ke Yerusalem, disambut kritikan. Guatemala menegaskan keputusan itu menjadi kedaulatan Guatemala yang seharusnya tidak mempengaruhi hubungan dengan negara lain.
"Ini merupakan kebijakan luar negeri dan keputusan berdaulat Guatemala," tegas Menteri Luar Negeri Guatemala, Sandra Jovel, dalam konferensi pers terbaru, seperti dilansir AFP, Rabu (27/12).
"Dalam situasi apapun, kami terbuka untuk berbicara dengan negara-negara yang memandangnya demikian, tapi saya tidak yakin ini akan memicu persoalan dengan negara-negara lain," imbuhnya.
Presiden Guatemala Jimmy Morales telah memerintahkan pemindahan Kedubes Guatemala untuk Israel, dari Tel Aviv ke Yerusalem. Pengumuman ini menjadikan Guatemala sebagai negara pertama yang mengikuti langkah AS memindahkan kedutaan ke Yerusalem.
Keputusan itu diambil setelah voting Majelis Umum PBB, pekan lalu, menyatakan mayoritas negara anggota mengecam keputusan Trump untuk secara sepihak mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel. Total 128 negara anggota PBB, termasuk Indonesia, mendukung konsensus internasional yang menyatakan status Yerusalem hanya bisa ditentukan melalui perundingan damai antara Israel dan Palestina.
Dalam voting itu, Guatemala termasuk dalam tujuh negara yang menolak resolusi PBB yang isinya mengecam keputusan AS soal Yerusalem. Selain Guatemala, enam negara lainnya yang menolak mengecam AS antara lain Honduras, Marshall Islands, Micronesia, Nauru, Palau dan Togo.
Otoritas Palestina melalui Kementerian Luar Negerinya, mengecam keputusan Guatemala memindahkan kedutaan ke Yerusalem itu sebagai langkah 'memalukan dan ilegal'. Namun Jovel yang merupakan Menlu Guatemala menyatakan, sejauh ini belum ada telepon dari Duta Besar negara-negara lain yang menyatakan keberatan terhadap langkah Guatemala ini.
Jovel menambahkan, langkah pemindahan kedutaan semacam ini pernah dilakukan Guatemala sebelumnya. "Apa yang kami lakukan adalah mengembalikan kedutaan kami dari Tel Aviv ke Yerusalem, yang menjadi lokasi kedutaan kami selama beberapa tahun," sebutnya.
Jovel merujuk pada keputusan mantan Presiden Guatemala Ramiro de Leon Carpio yang menjabat tahun 1993-1996 lalu. Saat itu Leon Carpio memutuskan memindahkan kedutaan Guatemala ke Yerusalem, namun langkah itu dicabut setelah sejumlah negara mayoritas muslim menutup akses untuk barang-barang Guatemala.
Saat ini, Guatemala jauh lebih bergantung pada AS. Sedikitnya bantuan hingga US$ 750 juta (Rp 10 triliun) diberikan AS kepada Guatemala, El Salvador dan Honduras untuk menangkal kriminal dan kemiskinan yang memicu gelombang imigran ke wilayah AS. (dtc)