Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Medan. Kasus kekerasan dan eksplotasi pada anak mengalami peningkatan hingga 250% di tahun 2017. Pusat Kajian dan Perlindungan Anak (PKPA) mencatat pada 2016 ada 144 kasus. Di tahun 2017 sebanyak 508 kasus.
Selain itu, untuk anak yang berkonflik dengan hukum kasusnya justru lebih besar, yakni mencapai 591 anak.
Jaringan Perlindungan Anak Sumatera Utara, Misran Lubis, dalam refleksi akhir tahun 2017 yang diselenggarakan Pusat Kajian dan Perlindungan Anak (PKPA), Kamis (28/12/2017) di Kawasan Jalan Sei Belutu Medan mengatakan besarnya peningkatan tersebut tidak boleh diabaikan dan harus menjadi perhatian serius.
Berdasarkan catatan PKPA, kejahatan terhadap anak ini didominasi kekerasan seksual dengan 190 anak (41,2%). Kemudian kekerasan fisik 80 kasus (17,3%) pencurian atau perampokan yang dialami anak 34 kasus (7%), pembunuhan anak dengan 25 kasus (5,4) penelantaran anak 23 kasus (5%), dan kasus lainnya. Sedangkan untuk kasus anak sebagai pelaku, didominasi narkoba/nafza dengan total 143 kasus.
Kemudian penganiayaan 38 kasus, perdagangan anak 6 kasus, dan lainnya. Tingginya angka tersebut disatu sisi sebut Misran, disebabkan semakin meluasnya layaanan serta adanya kesadaran masyarakat melaporkan tindakan kekerasan dan eksploitasi ini.
“Bagaimana pun ada angka yang sebegitu besar, dan ini tidak hanya menyangkut kesadarannya masyarakat. Namun ada PR besar, bahwa kasus tersebut cukup tinggi ternyata. Karena bisa jadi, jika layanan ini dibuka lebih masif lagi ditingkat pedesaan, akan semakin banyak. Fakta ini bukan hal yang wajar, karena ada sekian orang setiap hari yang menjadi korban kekerasan,” ujarnya.
Oleh sebab itu, sambungnya, persoalan ini menjadi perhatian tersendiri, tidak hanya dalam konteks pencegahan dini yang bisa dilakukan di tingkat keluarga atau masyarakat. Namun bagaimana kedepan pemerintah juga harus mempunya program yang lebih mikro.
“Artinya, program yang menyentuh tingkatan yang terkecil, dilingkungan keluarga, bukan lagi di level makro dengan sosialisasi di tingkat pejabat, tapi pembinaan di tingkatan lingkungan masyarakat,”ujarnya
Sementara menyingung anak sebagai pelaku, umumnya dipicu karena kehilangan kontrol di dalam lingkungan keluarga atau masyarakat.
“Bisa dikatakan ada pembiaran, orangtua tidak tahu anaknya mengalami dan melakukan apa. Masyarakat mungkin tahu, tapi mungkin cuek. Untuk kasus ini, anak itu paling besar dari sisi narkoba dan pencurian. Nah ini artinya proteksi anak-anak dan masyarakat yang terlibat narkoba artinya rendah. Karena mereka pastinya ada hubungan dengan relasi lain,” urainya.