Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
MedanBisnis - Dubai. Para pengunjuk rasa meneriakkan slogan anti-pemerintah di beberapa kota Iran pada Jumat (29/12) demikian kantor berita dan media sosial setempat memberitakan.
Unjuk rasa yang berawal dari protes terhadap kenaikan harga bahan pokok tersebut kini berubah menjadi gelombang demonstrasi politik terbesar sejak kerusuhan pro-reformasi pada 2009.
Pihak kepolisian membubarkan para demonstran di kota Kermanshah, sementara pada saat bersamaan unjuk rasa mulai meluas ke Teheran dan beberapa kota lain, tulis kantor berita Fars.
Merebaknya demonstrasi ini merupakan kulminasi atas keresahan terhadap kenaikan harga-harga dan terkuaknya sejumlah dugaan skandal korupsi. Selain itu para pengunjuk rasa juga mulai memprotes keterlibatan pemerintah Iran di sejumlah konflik regional yang merugikan keuangan negara.
Seorang pejabat setempat mengatakan bahwa beberapa pengunjuk rasa telah ditangkap di Teheran.
Washington langsung menanggapi dengan mengecam penangkapan tersebut.
"Pemerintah Iran harus menghormati hak rakyat mereka, termasuk hak untuk menyatakan pendapat," kata juru bicara Gedung Putih Sarah Sanders dalam pernyataan tertulis.
Secara terpisah Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat mendesak "semua negara di dunia untuk mendukung rakyat Iran dan perjuangan mereka untuk mendapatkan hak dasar serta mengakhiri korupsi." Sekitar 300 pengunjuk rasa berkumpul di Kermanshah untuk memenuhi "seruan dari kelompok anti-revolusi," tulis Fars. Mereka meminta semua tahanan politik untuk dibebaskan sambil menghancurkan sejumlah properti publik.
Demonstrasi di Kermanshah terjadi satu hari setelah ratusan orang lain berunjuk rasa di kota terbesar kedua Iran, Mashhad, untuk memprotes kenaikan harga-harga sambil meneriakkan slogan anti-pemerintah.
Sejumlah video yang diunggah di media sosial menunjukkan para demonstran berteriak, "Kami rakyat harus mengemis, sementara para ulama bertindak selayaknya Tuhan." Selain di dua kota tersebut, gelombang protes juga terjadi di kota Sari, Rasht, Qazvin, Teheran, Qom, dan Hamaden.
Namun di sisi lain, demonstrasi tandingan pro-pemerintah dijadwalkan akan berlangsung pada Sabtu untuk memperingati unjuk rasa serupa yang menggagalkan asporasi reformasi pada 2009.
Pasukan elit Garda Revolusi, yang bersama dengan milisi lokal Basij memimpin pembubaran suara pro-reformasi 2009, mengatakan bahwa ada upaya untuk mengulangi apa yang terjadi depalan tahun lalu.
"Namun bangsa Iran tidak akan membiarkan negara ini terluka," kata Garda Revolusi.
Mohsen Nasj Hamadani, wakil kepala keamanan provinsi Teheran, mengatakan bahwa sekitar 50 orang yang berunjuk rasa di alun-alun kota telah membubarkan diri setelah diminta oleh polisi, sementara beberapa orang yang bertahan "ditangkap untuk sementara waktu." Di pusat kota Isfahan, seorang warga mengatakan bahwa para demonstran mulai menggabungkan diri dengan para pekerja pabrik yang menuntut pembayaran gaji.
"Slogan para demonstran itu dengan cepat berubah dari ekonomi ke perlawanan terhadap Presiden Hassan Rouhani dan Pemimpin Agung Ayatollah Ali Khamenei," kata warga tersebut melalui sambungan telepon.
Demonstrasi politik yang terbuka di Iran adalah hal yang langka.
Demonstrasi besar terakhir yang terjadi di negara tersebut terjadi pada 2009 saat Mahmoud Ahmadinejad terpilih kembali menjadi presiden. Unjuk rasa yang memprotes kecurangan pemilu itu sempat bertahan selama depalan bulan.
Seorang ulama berpengaruh, Ayatollah Ahmad Alamolhoda, mendesak kepolisian untuk bertindak lebih tegas menangani demonstran.
"Jika para aparat penegak hukum itu membiarkan para perusuh, maka musuh akan merekamnya di media mereka dan mengatakan bahwa Republik Islam telah kehilangan pendukung di Mashhad," kata Alamolhoda sebagaimana diberitakan oleh kantor berita IRNA.
Alamolhoda, yang merupakan wakil Khamenei di Mashhad, mengatakan bahwa segelintir orang telah memanfaatkan demonstrasi kenaikan harga menjadi slogan anti pemerintah dan peran yang diambil pemerintah dalam konflik regional. (ant)