Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
MedanBisnis - Jakarta. Memang tidak ada ramalan atau prediksi yang paling tepat untuk mengukur kondisi di bursa saham. Namun terkadang para pelaku pasar melihat secara historikal dan melihat adanya beberapa fenomena, seperti January Effect.
January Effect merupakan salah satu siklus fenomena di bursa saham yang biasanya harga saham-saham akan mengalami kenaikan di awal tahun. Lalu akan kah fenomena itu terjadi di awal 2018?
Menurut Analis Binaartha Sekuritas Reza Priyambada, January Effect sepertinya tidak akan terjadi di tahun ini. Hal itu diukur dari kenaikan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang begitu masif di akhir 2017, sehingga membuat pelaku pasar cenderung melakukan aksi ambil untung di awal tahun.
"Selain sempat menyentuh rekor tertingginya, pertumbuhan bulannya juga tercatat paling tinggi. Biasanya IHSG dari November ke Desember itu naiknya 1-2%, tapi kemarin itu naiknya sampai 6%. Karena itu momentum January Effect akan berkurang," tuturnya saat dihubungi, Kamis (4/1).
Memang, kata Reza biasanya, biasa saham-saham akan terkoreksi di November lalu kemudian terus meningkat hingga Maret. Namun karena IHSG sudah naik kencang di Desember maka profit taking akan terjadi di Januari 2018.
"Kemarin IHSG seperti dipaksa naik, tujuannya untuk menarik profit mungkin di saham-saham big cap," imbuhnya.
Dia memprediksi IHSG akan terkoreksi hingga pertengahan bulan. Lalu pada minggu ketiga atau keempat Januari IHSG mulai rebound.
Analis Recapital Kiswoyo Adi Joe juga memiliki pandangan serupa. Menurutnya IHSG kenaikannya terlalu tinggi di akhir tahun sehingga potensi penurunan sangat besar di awal tahun.
"Jadi sepertinay akan ada koreksi dulu. IHSG bisa ke level 6.150 atau 6.100," tuturnya.(dtf)