Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
MedanBisnis - Sleman. Pusat Kajian Anti Korupsi (PUKAT) UGM mencatat sejumlah agenda pemberantasan korupsi yang harus diperhatikan tahun ini. Salah satunya korupsi e-KTP yang melibatkan banyak pihak, kasus seperti e-KTP perlu segera dituntaskan.
"Pertama penuntasan korupsi e-KTP. Seperti ada empat nama yang hilang, yakni Ganjar Pranowo, Olly Dondokambey, Yasona Laoly dan Gamawan Fauzi," kata peneliti PUKAT UGM, Zaenur Rohman saat melangsungkan jumpa pers di Kantor PUKAT UGM, Kamis (11/1).
"Padahal sebelumnya (keempat nama tersebut) disebut-sebut juga menerima aliran dana korupsi e-KTP dalam dakwaan Irman dan Sugiharto," lanjutnya.
Dalam kasus ini, kata Zaenur, dalam dakwaan Irman dan Sugiharto juga disebutkan bahwa aliran dana korupsi e-KTP juga mengalir ke Anas Urbaningrum. Sebagian besar dana yang diterima Anas disebut-sebut digunakan untuk membiayai kongres partai demokrat tahun 2010.
"KPK wajib membuktikan hal tersebut. KPK juga perlu mempertimbangkan kemungkinan menjerat korupsi yang terlibat dalam korupsi e-KTP, termasuk partai politik," paparnya.
Selain kasus korupsi e-KTP, penegak hukum termasuk KPK harus segera mengusut kasus BLBI. Namun PUKAT menyadari penuntasan kasus BLBI tidak mudah, bukan tidak mungkin KPK akan mendapatkan serangan balik dari berbagai pihak.
"Secara realistis tahun 2018 akan digunakan KPK untuk menyelesaikan kasus Syafruddin Tumenggung. Setelah itu KPK harus memiliki keberanian untuk melanjutkan (pengusutan) ke pelaku-pelaku lain," sebutnya.
Peneliti PUKAT UGM lainnya, Yuris Reza menambahkan, pilkada serentak tahun ini juga harus mendapat perhatian lebih. Sebab, sebanyak 171 daerah terdiri dari 17 provinsi, 39 kota dan 115 kabupaten akan menggelar pesta demokrasi secara bersamaan.
"Harus diperhatikan politik uang. Pilkada serentak tahun lalu saja Bawaslu mencatat ada 600 dugaan praktek politik uang. Kedua, trand meningkatnya hibah dan bansos jelang pilkada. Ketiga, netralitas aparatur sipil negara," jelasnya.
Penggunaan dana desa juga perlu diperhatikan karena rawan disalahgunakan. Keluhan terkait penggunaan dana desa juga sudah banyak bermunculan. Tahun lalu saja, Kemendes PDTT mencatat ada 2.299 laporan tentang dugaan pelanggaran pengelolaan dana.
Catatan selanjutnya adalah prolegnas di DPR RI. PUKAT UGM menyebut ada beberapa prolegnas yang sepertinya tidak mendukung upaya pemberantasan korupsi. Seperti masuknya delik tipikor sebagai delik pidana umum dalam RKUHP.
"Selain itu rencana revisi UU KPK sudah selayaknya dihentikan karena tidak memberikan dukungan atas upaya pemberantasan korupsi," tambah peneliti PUKAT UGM lainnya, Bayu.
Kemudian, para penegak hukum juga harus segera menuntaskan kasus penyiraman penyidik senior KPK, Novel. PUKAT UGM juga mendorong agar segera dibentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) untuk mengusut kasus ini.
"PUKAT meyakini dengan dibentuk tim independen, maka tim ini tidak akan tersandera kepentingan-kepentingan tertentu, sehingga diharapkan pelaku penyiraman Novel segera terungkap," jabarnya.
Hal yang perlu diperhatikan lainnya yakni partai politik dan parlemen. Apalagi kasus korupsi e-KTP telah menyeret nama ketua DPR, kemudian partai politik diharapkan semakin lebih memperhatikan lagi sistem kaderisasinya.
Dari tujuh poin tersebut, PUKAT UGM menyampaikan sejumlah rekomendasi, di antaranya:
1. KPK wajib menyelesaikan kasus korupsi e-KTP dan membuktikan semua pihak yang disebut dalam dakwaan.
2. KPK perlu menjadikan kasus BLBI sebagai prioritas untuk dituntaskan.
3. Sentra Gakkumdu harus mengesampingkan faktor non hukum seperti alasan ketentraman masyarakat dalam menangani pelanggaran pemilu.
4. Revitalisasi inspektorat termasuk untuk menangani pengawasan dana desa.
5. DPR dan pemerintah harus segera membahas RUU yang mendukung upaya pemberantasan korupsi.
6. Presiden perlu segera membentuk TGPF kasus Novel.
7. Mendorong pemilihan ketua DPR oleh partai dengan mempertimbangkan integritas calon. (dtc)