Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan.Tender di Balai Wilayah Sungai Sumatera (BWSS) II Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) tahun anggaran 2018 menjadi sorotan sejumlah rekanan. Pokja ULP yang tidak mempersyaratkan Sertifikat Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) Konstruksi dalam tender, menjadi pemicunya.
Berbagai pendapat pun berkembang di lingkungan BWSS II, khususnya yang mengarah pada adanya kepentingan oknum Pokja ULP dan pejabat tinggi di BWSS II dengan para rekanan calon pemenang tender di balik tidak dipersyaratkannya sertifikat SMK3 konstruksi itu.
Bukti nyata tidak dipersyaratkannya sertifikat SMK3 konstruksi itu adalah beberapa tender, antara lain pembangunan Intake dan jaringan pipa transimisi air baku Siborongborong, Kabupaten Tapanuli Utara dan Onan Ganjang Kabupaten Humbang Hasundutan.
Hal itu dikatakan Direksi PT Kalitra Bersinar Mandiri, Rikson Sibuea dan Direksi PT Purda, Viktor Silaen kepada wartawan, di Medan, Kamis (11/1). "Banyak peserta tender tidak menggunakan sertifikat SMK3 konstruksi," kata Rikson.
Selain karena sudah diwajibkan Kementerian PUPR selaku induk dari BWSS II itu sendiri, ujar Rikson, penggunaan sertifikat SMK3 konstruksi itu sangat penting untuk profesionalisme dan kompetensi badan usaha golongan menengah dan besar.
"Dan di Kantor Cipta Karya Jalan Gaperta Medan yang juga bagian dari Kementerian PUPR, sudah menerapkan sertifikat SMK3 konstruksi dalam beberapa tahun ini," kata Rikson.
Sertifikat SMK3 konstruksi, termasuk ISO, wajib dipenuhi badan usaha menengah dan besar berdasarkan ketentuan yang berlaku. Adapun dasar hukumnya UU Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi, UU Nomor 1 Tahun 1979 tentang K3, PP Nomor 50 Tahun 2012 tentang Penerapan Sistem Manajemen K3.
Kemudian diatur juga dalam Perpres 54 Tahun 2010 dan perubahannya berserta Juknisnya tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah, Permen PU Nomor 05/PRT/M/2014 tentang Pedoman SMK3 Konstruksi Bidang Pekerjaan Umum serta Keputusan Bersama Menteri Tenaga Kerja dan Menteri PU Nomor 174/MEN/1986 dan Nomor 104/KPTS/1986 tentang K3 pada Tempat dan Kerja Kegiatan Konstruksi.
Baik Rikson maupun Viktor mengaku telah mempertanyakan langsung mengapa tidak dipersyaratkannya sertifikat SMK3 konstruksi dalam tender tersebut pada saat aanwzing (penjelansa tender). Namun tidak satupun Pokja ULP yang menjawabnya.
"Ketentuan di Perpres Pengadaan Barang dan Jasa, pertanyaan peserta rekanan di aanwzing wajib dijawab Pokja ULP, namun itu tidak disikapi sehingga muncul kecurigaan rekanan bahwa tender sudah diarahkan," kata Rikson.
Tidak hanya itu, surat resmi yang dilayangkan rekanan kepada Pokja SNVT Pelaksanaan Jaringan Pemanfaatan Air Sumatera II Sumut BWSS II yang mempertanyakan alasan tidak digunakannya sertifikat SMK3 konstruksi itu, belum dijawab hingga saat ini.
"Padahal belakangan kami ketahui bahwa Kementerian PUPR sudah menginstruksikan kepada BWSS II soal wajib digunakannya sertifikat SMK3 konstruksi, namun nyatanya tender yang sudah berlangsung tidak dibatalkan. Sebelumnya Kementerian PUPR juga kami surati terkait hal ini," sebut Viktor.
Karenanya, kata Viktor, BWSS II sebagai perpanjangan tangan Kementerian PUPR di Sumut, wajib mengevaluasi pelaksanaan tender tersebut dan kembali mengacu pada ketentuan yang mewajibkan penggunaan Sertifikat SMK3 Konstruksi dalam tender.
"Ini menjadi preseden buruk bagi pembinaan jasa konstruksi umumnya dan untuk hasil pekerjaan konstruksi secara khusus," tambah Viktor.
Belum ada pihak dari Pokja ULP BWSS II yang bersedia memberi konfirmasi. Juhendra Sirait, salah satu unsur Pokja ULP di BWSS II menolak memberikan konfirmasi dengan alasan bukan bagian dari tugas pokok dan fungsinya. "Maaf Pak, itu bukan bidang saya," kata Juhendra.
Sementara itu, Marwan, yang adalah Kepala Satker Pelaksanaan Jaringan Pemanfaatan Air Sumatera II Sumut BWSS II yang juga dikonfirmasi melalui fasilitas WhatsApp, tidak memberi konfirmasi.