Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
MedanBisnis - Jakarta. Pakar Hukum Agraria dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Profesor Nur Hasan Ismail menilai pembatalan Hak Guna Bangunan (HGB) pulau reklamasi Teluk Jakarta dapat dianggap sebagai wanprestasi oleh pengembang. Hal itu dikarenakan pengembang telah melakukan kewajibannya dalam membiayai pembangunan pulau reklamasi dan HGB merupakan hak setelah kewajibannya tunai berdasarkan perjanjian dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
"Dalam perjanjian di antara kewajiban Pemda DKI adalah menyerahkan bagian dari tanah yang sekarang sudah berstatus HPL (Hak Pengelolaan)-nya (milik) DKI dan untuk swasta bisa menggunakan lahan itu," kata Nur Hasan dalam sebuah diskusi di Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (13/1).
"Kalau tidak (memberikan HGB kepada swasta) bisa dianggap melakukan wanprestasi. Kan swasta dari awal sudah membiayai," sambung dia.
Pernyataan Nur Hasan diamini oleh Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra yang turut dalam diskusi. Yusril menjelaskan pengembang dapat menggugat Pemprov DKI Jakarta jika HGN dibatalkan. Gugatan tersebut dilatarbelakangi pembatalan sepihak oleh Pemprov DKI Jakarta jika tak ada kesepakatan antar kedua belah pihak.
"HPL-nya Pemda DKI, HGB-nya pengembang. Kalau itu sudah, pekerjaan sudah selesai, seandainya HPL tidak dikeluarkan, HGB-nya tidak dikeluarkan (BPN), Pemda bisa digugat pengembang. Yang harus ganti rugi siapa? Yang tergugat. Ganti ruginya pakai apa? Uang APBD, artinya uang rakyat, akhirnya merugikan rakyat," jelas Yusril yang bergabung dalam diskusi melalui sambungan telepon.
Sebelumnya, Gubernur Anies menyatakan penerbitan HGB Pulau D tak sesuai aturan, sebab HGB diterbitkan sebelum adanya Peraturan Daerah (Perda) tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. Ini mengindikasikan tata urutan yang tak benar. Dalam hal reklamasi, BPN telah menerbitkan HPL dan HBG atas pulau-pulau reklamasi.(dtc)