Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Jakarta. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengatakan aliran dana untuk aktivitas terorisme selama 2017 menunjukkan penurunan. Meski menurun, pendanaan terorisme tersebut masih terus terjadi di berbagai negara.
"Sebenarnya indikasinya bisa dikatakan menurun sejalan dengan apa yang terjadi di Timur Tengah. Tapi pertukaran informasi antara kita dengan Malaysia, dengan negara lain ya masih tetap ada. Nggak bisa dikatatakan misalnya ISIS sudah kalah, nggak bisa, masih ada kegiatan-kegiatan tertentu. Yang sifatnya pembiayaan terorisme tidak perlu mahal, bikin bom murah, apalagi pola terorisme bisa nabrakin kendaraan, kemudian masalah inisiatif pribadi, lone wolf. Kalau orang percaya sesuatu benar bisa melakukan apa saja," kata Wakil Kepala PPATK Dian Ediana Rae di Hotel Bidakara, Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan, Selasa (17/1).
Menurutnya, selama masih ada urusan dengan ideologi, maka aktivitas terorisme masih berpotensi terjadi. Ia juga mewaspadai peningkatan pendanaan untuk aktivitas terorisme usai pengakuan Presiden Amerika Serikat mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel .
"Sejauh kita masih ada berurusan dengan masalah ideologi atau politik itu masalah terorisme potensinya gede. ISIS bisa jadi kalah, ideologinya kalah nggak? Palestina sudah lama berhenti terorisme, sekarang dengan pengakuan Amerika, Yerusalem menjadi Ibu Kota Israel bisa ada kebangkitan itu. Yang tadinya tidak radikal, menjadi radikal lagi, potensi itu ada," ungkap Rae.
Sementara, Kepala PPATK Kiagus Ahmad Badaruddin menyebut pendanaan teroris di Indonesia cukup sulit dideteksi. Salah satu penyebabnya karena dana berasal dari aktivitas bisnis yang kecil dan biasanya orang yang memberi tidak sadar telah membantu pendanaan terorisme.
"Ada macam-macam kesulitan itu, teroris itu sumber pendanaannya itu berasal dari bisnis kecil-kecil, seperti jual pulsa, perbaikan komputer. Kedua, selain kecil, memberinya terus menerus dan kadang orang itu tidak sadar karena dia kadang-kadang bukan dari teroris tapi kadang simpatisan dari suatu kegiatan. Misalnya, mohon maaf ya ada suatu kelompok agama, nyumbang terus mereka ini bisa saja dia nggak tahu. Kemudian digunakan sebagian untuk oknum yang melawan hukum, kita harus hati-hati karena ada juga memang yang benar sumbangannya untuk kegiatan positif," ujar Badar. (dtc)