Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
MedanBisnis - Jakarta. Ketika menggelar syukuran rumah baru di kawasan Cibubur, Idrus Marham pernah ditegur oleh Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang baru sepekan menjadi Presiden, Oktober 2004. "Adinda, kapan mau menikah?"
Mendapat pertanyaan seperti itu, pemuda kelahiran Makassar 14 Agustus 1962 itu secara bercanda menukas, "Bu Ani (Yudhoyono, istri SBY) tolong carikan saya istri. Jangan pacar, ya," candanya.
Lima tahun berselang, setelah menyandang titel doktor ilmu politik dengan yudisium cumlaude, Idrus menikahi Ridho Ekasari. Presiden SBY dan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) menjadi saksi ijab Kabul pernikahan tersebut.
Mantan Ketua Umum Badan Kontak Remaja Masjid Se-Indonesia (BKRMI) ini, punya hubungan dekat dengan SBY-JK jauh sebelum keduanya menjadi pasangan presiden-wakil presiden.
Dalam perjalanan karir politiknya, dia juga kemudian bisa dekat dengan pengusaha Aburizal Bakrie yang kemudian mendapuknya sebagai Sekjen Partai Golkar pada 2014. Posisinya tetap bertahan meski Aburizal kemudian digantikan Setya Novanto.
Semua itu menggambarkan pergaulan Idrus Marham yang supel dan luwes. Namanya mulai dikenal sejak menjadi ketua umum BKRMI, lalu memimpin KNPI, 2002-2007.
Karena itu meski kemudian berseberangan secara politik dengan JK dalam Pilpres 2014, Idrus tak pernah mengeluarkan pernyataan keras terhadap pemerintah. Kritik yang disampaikan selalu disampaikan dengan penuh diplomatis.
Direktur Eksekutif Lingkaran Survei Indonesia Denny JA menyebut ada tiga kekuatan Idrus yang jarang dimiliki oleh politisi lain. Tiga tiganya ada dalam satu pribadi. Pertama, Idrus menunjukkan jejak sebagai politisi yang sangat berdedikasi dan berani berkorban untuk pimpinan dan tata tertib partainya.
Ketika ia menjadi sekjen Aburizal Bakrie, misalnya, Idrus menolak untuk maju menjadi calon legislatif. Alasannya dia ingin total memberikan waktu untuk tugas sekjen mensukseskan Aburizal dan Golkar.
"Ketika Aburizal goyah pasca kalah dalam pertarungan pilpres 2014, dan Golkar pecah dua Idrus termasuk yang lantang berdiri di samping Aburizal," kata Denny.
Ketika menjadi sekjen di bawah kepemimpinan Setya Novanto, kesetiaan dan pengorbanannya untuk pemimpin kembali teruji. Ketika begitu banyak tokoh pro Setnov balik badan, Idrus setia menemani dan tidak menghianatinya hingga detik detik terakhir Novanto menjadi tawanan KPK.
Ia terima semua resiko akibat membela tertib organisasi dan asas praduga tak bersalah. Tak heran, Setnov akhirnya lebih mempercayai Idrus untuk melanjutkan kepemimpinannya.
Kedua, Idrus juga tipe politisi yang disebut "coalition builder." Berbeda dengan partai lain yang tersentral pada satu figur besar, Golkar terfragmentasi kepada aneka "kubu dan kepala sukunya masing masing."
Idrus tekun dan rajin mendatangi aneka faksi dan para senior, mendengarkan saran. Dari aneka kunjungan itu, ia sekaligus melobi mencari titik kompromi yang paling optimal untuk "elite settlement." "Tidak heran jika rapat pleno DPP yang dihadiri banyak kubu tak memerlukan waktu lama menyepakati Idrus menjadi Pelaksana Tugas Ketum Golkar," kata Denny.
Ketiga, ia menilai Idrus sebagai sosok visioner dan konseptual, sekaligus punya instink ketajaman ahli strategi, untuk membaca keadaan dan mencari solusi. "Ia juga politisi yang sudah kenyang dicuci di jalan, menapak dari bawah, harus mengambil keputusan cepat agar survive dan tumbuh," kata Denny yang mengaku mengenal dekat Idrus sejak 2004.(dtc)