Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Labusel. Hari-hari petani sawit di Kabupaten Labuhanbatu Selatan (Labusel) beberapa bulan terakhir resah. Para petani sawit yang umumnya mantan peserta transmigrasi dari berbagai daerah di Jawa, termasuk Kabupaten Tulungagung, Provinsi Jawa Timur, itu bingung dengan nasib mereka di masa depan.
"Kami resah dengan keberadaan Peraturan Pemerintah Nomor 57 tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Gambut. Kalau PP Gambut itu diterapkan, maka mayoritas perkebunan di Labusel, baik itu punya perusahaan maupun punya kami selaku petani sawit, akan hilang dan menjadi hutan kembali. Dan itu otomatis kami tak punya lagi tempat tinggal dan tempat mencari nafkah," kata Ketua Koperasi Unit Desa (KUD) Panji Rukun SP2, H Heri Susanto kepada medanbisnisdaily.com, Minggu (21/1/2018).
Dalam wawancara melalui aplikasi WhatsApp tersebut Heri kembali mengingatkan kegelisahaan yang sama pernah ia lontarkan sewaktu menjadi pembicara di Gedung Rektorat Universitas Sumatera Utara (USU) tahun lalu.
Lalu, apa yang akan dilakukan Heri dan para petani sawit di Labusel? Ia menegaskan para petani sawit ingin berdaulat sebagai petani sawit. Ia mengklaim para petani sawit telah mengelola lahan gambut yang ditanami sawit dengan cara yang sangat baik, dibantu oleh sejumlah pihak, termasuk dari perusahaan sawit.
Heri juga menyebutkan para petani sawit yang tergabung dalan empat KUD tersebut akan memertanyakan PP 57 itu kepada pemerintah pusat dan daerah.
"Nah, hari Kamis (18/1/2018) kemarin kami sudah bertemu dengan Bupati Labusel Wildan Tanjung di rumah dinas bupati," ungkap Heri.
Dia menambahkan, bukan dirinya saja selaku Ketua KUD Panji Rukun SP2 yang ada di pertemuan dengan Bupati Wildan Tanjung tersebut. "Ada Pak Dr Sadino selaku pengurus GAPKI Pusat bagian hukum, lalu ada H Jarno selaku Ketua KUD Karya Maju SP 1, lalu ada Mas Ponirin selaku Ketua KUD Sentosa SP 3 dan H Rohmat sebagai Ketua KUD Subur Makmur SP 4, serta sejumlah pengurus koperasi lainnya," kata Heri.
Di depan Bupati Wildan Tanjung, Heri mengaku menyampaikan uneg-uneg para petani sawit anggota KUD mereka yang resah dengan keberadaan PP 57 yang berpotensi membuat lahan sawit petani hilang dan akan kembali menjadi hutan. Padahal, kata Heri, dengan dibantu oleh perusahaan sawit yang telah membina mereka sejak zaman Pir Trans ala Orde Baru, para petani sawit bisa mengelola sawit di lahan gambut dengan baik.
"Sehingga hasil panen dari sawit membuat kami sebagai petani sawit mampu naik haji dan menyekolahkan anak-anak kami di perguruan tinggi ternama di Indonesia," papar Heri.
Heri mengungkapkan, para petani sawit yang ada di empat KUD di Labusel tersebut sepakat memohon kepada BUpati Wildan Tanjung agar menyampaikan keluh-kesah petani sawit terkait PP Gambut tersebut.
"Kami sampaikan ke Pak Bupati bahwa kami ingin PP Gambut itu dievaluasi, baik langsung oleh pemerintah, maupun dengan cara-cara lain, terutama melalui prosedur hukum," kata Heri.
Ditanya tentang prosedur hukum yang ia maksud, Heri enggan menjawab dengan tegas. "Pokoknya kami ingin PP itu dievaluasi. Kami berharap Pak Bupati mau menyampaikan keluh-kesah kami ini ke pemerintah pusat," kata dia. Disinggung mengenai sikap Bupati, Heri mengklaim saat itu Bupati Wildan Tanjung berjanji akan menyurati Presiden Joko Widodo dan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya.